Type Here to Get Search Results !

Bonus Demografi di Negeri yang Tak Memberi Ruang Mimpi Oleh : Ririe Aiko

Indonesia digadang-gadang sedang memasuki era bonus demografi—masa emas di mana penduduk usia produktif mendominasi. Namun ironisnya, di tengah potensi besar itu, jutaan sarjana justru terjebak dalam antrean panjang pencarian kerja. Mereka bukan individu tanpa kemampuan. Justru sebaliknya, mereka adalah anak-anak bangsa yang dibekali keterampilan dan pengetahuan, namun tak diberi ruang untuk tumbuh.

Di negara yang sering memamerkan pertumbuhan ekonomi dan pencapaian statistik, realitas di lapangan justru menyimpan cerita muram. Lowongan kerja kerap menjadi formalitas. Sebelum informasi sampai ke publik, posisi sudah diamankan oleh jaringan “orang dalam”. Di balik lembaran job description yang terlihat profesional, tersembunyi proses rekrutmen yang jauh dari prinsip meritokrasi.

Bagi mereka yang tak memiliki koneksi, tak ada jalur cepat. Tak ada akses khusus. Hanya ada penantian panjang tanpa kepastian. Sayangnya, waktu tak pernah bersahabat dengan rakyat kecil. Sementara itu, roda ekonomi berputar hanya untuk mereka yang telah lebih dulu berada di lingkaran kekuasaan dan kemapanan. Sistem yang semestinya terbuka dan adil justru bergerak stagnan, diwariskan dalam garis-garis keturunan yang sama.

Lebih miris lagi nasib pencari kerja muda tanpa pengalaman. Dalam banyak kasus, mereka tak dianggap aset, melainkan beban murah yang bisa dimanfaatkan. Magang tanpa bayaran, kontrak tak layak, dan jam kerja tak manusiawi menjadi keseharian yang dianggap wajar. Padahal mereka pun butuh hidup. Mereka juga menanggung beban biaya pendidikan yang tak sedikit, bahkan seringkali menembus angka ratusan juta rupiah.

Kenyataan ini melahirkan generasi yang bukan hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan harapan. Sebab di negeri ini, mimpi terlalu mahal untuk dimiliki. Ia tak lagi tumbuh dari kerja keras, tetapi dari relasi, privilege, dan kekuasaan.

Ketika negara gagal memastikan keadilan dalam akses kerja, maka bonus demografi bukanlah anugerah—melainkan bom waktu yang menunggu ledakan.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.