![]() |
Di sudut ruang yang temaram,
seorang anak memeluk senyap,
suaranya mengendap dalam dada,
sementara matanya bicara,
kepada siapa, entah siapa.
Ibunya tenggelam dalam notifikasi,
ayahnya tersenyum pada layar hampa.
Di antara dua denyut digital,
tercekatlah satu kisah kecil
yang tak sempat menemukan telinga.
Hari berganti seperti angin,
anak tumbuh dalam diam
mengakrabi sepi seperti sahabat lama,
menyulam tanya yang tak terjawab
ke dalam catatan rahasia.
Bibirnya tak lagi cerewet,
langkahnya menjauh perlahan,
dan rumah menjadi asing
meski tak seorang pun pergi.
Ia dulu pernah bicara
tentang langit, sepatu barunya,
tentang temannya yang mengecewakan
dan kupu-kupu di taman sekolah
tapi tak ada waktu
untuk hal-hal kecil seperti itu.
Kini, hanya bayang punggungnya
yang singgah sebentar di ambang pintu,
membawa keheningan
yang dulu tak kita hiraukan.
Tak ada yang berubah secara tiba-tiba.
Tak juga retak oleh gempa besar.
Hanya waktu yang perlahan menjauhkan,
saat suara anak tak lagi kita kejar,
dan layar di tangan terlalu terang,
hingga kita lupa menatap wajahnya.
Wajah yang dulu penuh cerita,
kini tertutup oleh pintu kamar.
Dan kita berdiri di luar,
berharap masih ada kunci
untuk membuka kembali obrolan yang hilang.
Sebelum itu semua menjadi asing,
sebelum senyumnya tak lagi untuk kita,
berbicaralah pada anakmu
dengan diam yang didengar,
dengan mata yang hadir,
sebelum ia benar-benar tak lagi
ingin bercerita.