![]() |
"Ketika tubuh dan martabat perempuan diinjak, saat itulah cermin peradaban sedang retak."
Fakta yang mencemaskan.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan pada awal 2025 tercatat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan, dan lebih dari separuh di antaranya adalah kekerasan seksual. Ini bukan sekadar angka statistik. Di balik setiap kasus, ada luka batin, trauma anak, dan kehancuran keluarga. Data ini adalah alarm darurat bagi bangsa.
Islam dan Kehormatan Perempuan: Larangan Zalim dan Pelecehan.
Islam secara tegas melarang kekerasan, pelecehan, dan ketidakadilan terhadap perempuan. Perempuan adalah amanah Allah yang harus dijaga dengan penuh kasih dan tanggung jawab.
Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)" Dan orang-orang yang menyakiti mukmin dan mukminat tanpa kesalahan, mereka telah memikul dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
Hadis Nabi SAW: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya." (HR. Tirmidzi)
Dalam maqashid syariah, kehormatan (hifzh al-‘irdh), jiwa (hifzh al-nafs), dan akal (hifzh al-‘aql) adalah nilai yang harus dijaga dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi.
Fatwa Ulama dan Sikap Keagamaan.
Majelis Ulama Indonesia dalam Fatwa No. 1 Tahun 2022 menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan seksual, baik fisik, verbal, visual maupun digital, adalah haram. Fatwa ini juga mewajibkan:
Pencegahan dan perlindungan terhadap korban.
Pemulihan psikologis dan sosial. Penegakan hukum yang tegas kepada pelaku.
Negara dan Regulasi: Ada Tapi Belum Cukup.
Indonesia memiliki regulasi yang progresif:
UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS,
UU No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT, dan Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang KemenPPPA.
Namun, implementasi lemah, akses keadilan sulit, dan budaya menyalahkan korban (victim blaming) masih menjadi hambatan besar.
Analisis Akar Masalah.
Kekerasan seksual bukan hanya karena pelaku yang biadab, tapi juga karena:
Budaya patriarkis yang meremehkan suara perempuan.
Edukasi seks dan etika relasi yang diabaikan.
Konten media dan digital yang permisif terhadap pelecehan.
Kurangnya dakwah agama yang menyentuh isu kekerasan secara relevan dan tegas.
Tanggung Jawab Bersama: Ulama, Negara, dan Masyarakat
Tiga kekuatan utama harus disinergikan:
Negara: Memasti kan hukum tidak hanya tertulis, tapi juga ditegakkan dan diakses korban.
Ulama dan Ormas Islam: Mengarusutamakan narasi keadilan gender dan perlindungan perempuan dalam dakwah dan pendidikan.
Masyarakat dan Keluarga: Membangun budaya saling menghormati dan lingkungan aman bagi perempuan di rumah, sekolah, dan ruang publik.
Solusi Strategis:
Perda Ramah Perempuan dan Anak berbasis syariah dan HAM.
Khotbah Jumat dan ceramah dengan tema perlindungan perempuan.
Layanan aduan berbasis masjid dan lembaga keagamaan.
Kurikulum anti kekerasan berbasis nilai agama dan budaya lokal.
Unit Respons Cepat di setiap kecamatan: gabungan tokoh agama, psikolog, dan paralegal.
Penutup: Jangan Biarkan Air Mata Mereka Tertumpah Lagi. Kekerasan terhadap perempuan adalah pengkhianatan terhadap nilai agama, kemanusiaan, dan bangsa. Islam adalah rahmat bagi semesta, bukan kekerasan bagi perempuan.
"Orang kuat bukan yang menang dalam gulat, tapi yang mampu menahan amarah." (HR. Bukhari-Muslim).
"Ya Allah, lindungilah perempuan-perempuan kami, anak-anak kami, dan umat ini dari tangan-tangan yang zalim. Bimbing kami menjadi pelindung, bukan pelaku." Amin. DS.01052025.
*Wakil Ketua Umum PP PERTI