Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

AI dan Marxisme oleh ReO Fiksiwan

“Ketika orang kaya berperang, orang miskinlah yang mati.” — Jean-Paul Sartre(1905-1980).

Renungan Karl Marx berbulan-bulan di meja pojok perpustakaan London, tidak sekedar menghasilkan materialisme histori. 

Namun, di akhir kata pengantar Das Kapital, tertanggal London, 25 Juli 1867, ia mengutip Dante Aliegheri dalam Inferno: Segui il tuo corso, e lascia dir le genti! Nyalah sesukamu, dan biarlah yang lain bicara!

Tentu, yang di sini, kini bicara, tak disangka Marx pada 158 tahun kemudian, telah mewujud pada substitusi “berbahala benda” bernama keren: Artificial Intelligence(AI).

Diacu dari perspektif materialisme historis, moda produksi seperti AI pantas masuk dalam tiga kategori filsafat marxisme yang tersimpul pada: reifikasi, alienasi dan pertentangan kelas.

Tak dinanya. Teknologi Artificial Intelligence (AI) sebagai perkembangan mutakhir materialisme histori, membawa dampak signifikan dan massif pada berbagai aspek kehidupan manusia, terutama ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Dalam konteks ini, teori Marxisme dapat memberikan perspektif yang berharga untuk memahami implikasi AI pada masyarakat. 

Tiga di antara penafsir sosialisme marxis, Habermas(95), The Structural Transformation of the Public Sphere(1962); Manuel Castells(83), The Rise of the Network Society(1996); Pierre Bourdieu(1930-2002), The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature(1993), sangat memadai diacu untuk kritik ini.

Kritik ini, dimaksud, menerangi relasi antara AI dan Marxisme, yang bisa mempengaruhi dinamika kelas dan perjuangan kelas sebagai fakta dan realitas sosial tak terhindar dan terbantahkan.

Menurut pijakan Marx sebagai penjelmaan tokoh Promoteus, kelas sosial ditentukan oleh hubungan antara individu dengan alat produksi. Apalagi, konsekuensi era digital, lazimnya AI sangat mempengaruhi dinamika kelas dengan beberapa model teori praksis berikut:

/1/ Reifikasi:

Otomatisasi sebagai dampak “berhala benda”(reifikasi), dengan AI menggantikan pekerjaan manusia, terutama dalam sektor-sektor yang memerlukan pekerjaan repetitif dan rutin. 

Akibatnya, substitusi AI menghasilkan pengangguran dan memperlebar kesenjangan antara kelas borjuis dan proletar.

Selanjutnya, konsentrasi kapital melalui AI dapat memperkuat posisi perusahaan-perusahaan besar yang memiliki sumber daya nyaris tiada batas untuk terus berkembang meraksasa. Fukuyama mensinyalir sebagai guncangan besar(great disruption).

Dengan kata lain, mengimplementasikan teknologi AI mempercepat dan memperkuat dominasi kelas borjuis dan memperlemah posisi tawar kelas pekerja. Ringkasnya, terjadi massifikasi dehumanisme.

/2/ Alienasi:

Dengan AI dapat mengubah sifat kerja dan menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang berbeda, kaidah-kaidah dasar homo faber(manusia kerja) mengalami transformasi akbar dan guncangan eksistensial. 

Hal ini dapat mempengaruhi struktur kelas dan memperlebar kesenjangan antara kelas-kelas yang berbeda.

/3/ Perjuangan Kelas(Klassenkampft):

Dalam konteks perjuangan kelas, AI dapat mempengaruhi dinamika konflik antara kelas borjuis dan proletar. 

Beberapa implikasi AI pada perjuangan kelas mencakup:

1) Pengawasan dan Kontrol:

AI dapat digunakan untuk mengawasi dan mengontrol pekerja, memperkuat posisi kelas borjuis dan memperlemah posisi tawar kelas pekerja.

2) Organisasi dan Mobilisasi:

Daya guna AI dapat memfasilitasi organisasi dan mobilisasi kelas pekerja. Hingga memungkinkan mereka untuk lebih efektif dalam perjuangan kelas.

3) Ideologi dan Narasi:

Secara efektif, AI dapat digunakan untuk mempromosikan ideologi dan narasi yang mendukung kepentingan kelas borjuis dan mudah memperlemah posisi tawar kelas pekerja.

Walhasil, AI telah membawa dampak signifikan dan massif pada dinamika kelas dan perjuangan kelas. Sejarawan filsuf Spanyol, José Ortega y Gasset(1883-1955), menabalkan dalam The Revolt of the Masses(1929).

Kembali ke konteks ini, tiga teori Marxisme yang diurai singkat di atas, dapat menyigi perspektif yang berharga sebagai apresiasi kritis dalam mendalami secara filosofis implikasi AI pada masyarakat. 

Akhirkalam, dengan memahami watak dan kinerja AI melalui Marxisme, dinamika kelas dan perjuangan kelas akan lebih efektif untuk membangun perjuangan kelas dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara. Dan untuk itu, ini bukan utopia!

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies