![]() |
#menulis30esai_opini Opini ke 26:
Singapura, negeri mungil di Asia Tenggara, berhasil memikat dunia dengan destinasi wisatanya yang bersih, modern, dan terorganisir. Rombongan kami 90 guru dari SD Al Hikmah Surabaya, —ada 2 bapak guru bernama "Abdul" dan satu ibu guru-, memulai perjalanan dari Bandara Internasional Changi yang megah. Tapi bukan hanya kemegahan yang kami temui. Di balik kecanggihan, ada kisah lain yang menyentuh sisi kemanusiaan dan budaya. Selama lebih dari tiga jam, tiga anggota rombongan kami mengalami pemeriksaan berlarut-larut di kantor imigrasi. Nama yang terdengar “Muslim” seolah cukup untuk menjadi alasan dicurigai. Pengalaman ini menimbulkan pertanyaan: apakah Singapura, di balik keragaman dan modernitasnya, masih menyimpan kekhawatiran terhadap Islam?
Bandara Changi (Pintu Masuk Kelas Dunia)
Bandara Changi tak hanya menjadi tempat transit, tapi juga destinasi tersendiri. Dengan taman kupu-kupu, air terjun dalam ruangan (Jewel Changi), hingga pusat perbelanjaan dan pendidikan, bandara ini mengundang decak kagum. Changi kini sedang membangun Terminal 5 yang akan menampung lebih dari 50 juta penumpang per tahun, bukti bahwa mereka tidak hanya memikirkan infrastruktur, tapi juga pengalaman manusia yang melewatinya (The Sun, 2024).
Refleksi untuk Indonesia:
Bandara Soekarno-Hatta sebenarnya sudah berbenah, tapi Indonesia masih tertinggal dalam hal kenyamanan, estetika, dan efisiensi pelayanan. Kebersihan toilet, kejelasan informasi, dan keramahan petugas masih harus terus ditingkatkan agar wisatawan betah bahkan sebelum mereka menjelajah lebih jauh.
Masjid Sultan (Simbol Islam di Tengah Kota)
Masjid Sultan di Kampong Glam berdiri megah, menjadi pusat spiritual dan budaya bagi komunitas Muslim di Singapura. Namun, di balik arsitektur menawan dan hiruk-pikuk wisatawan yang datang, komunitas Melayu-Muslim masih berjuang mempertahankan identitas di tengah tekanan sosial dan kebijakan negara yang sangat sekuler (Ismail & Shaw, 2006).
Kritik akademik dari Hedges (2022) menyebut bahwa Islamofobia di Singapura tidak sekasar di Barat, tapi hadir dalam bentuk kontrol sosial dan pengawasan negara terhadap komunitas Muslim. Ini penting dicermati, apalagi ketika kami alami sendiri kecurigaan tak berdasar terhadap rombongan kami di imigrasi.
Refleksi untuk Indonesia:
Sebaliknya, Indonesia justru perlu belajar menata destinasi religi seperti Masjid Istiqlal dan Demak agar tak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat edukasi dan promosi budaya Islam yang ramah dan terbuka.
Merlion (Mitos, Identitas, dan Branding Nasional)
Merlion—patung kepala singa dan tubuh ikan—adalah ciptaan pemerintah Singapura untuk menjadi simbol negara. Dalam buku Merlion and the Making of Tradition (Lim, 1996), disebutkan bahwa Merlion adalah contoh "rekayasa budaya" untuk kepentingan pariwisata. Meski buatan, ia sukses menjadi wajah global Singapura.
Refleksi untuk Indonesia:
Indonesia memiliki warisan otentik seperti Candi Borobudur, Gunung Bromo, dan Pantai Kuta. Tapi branding-nya belum sekuat Merlion. Padahal, dengan storytelling yang tepat, destinasi ini bisa lebih kuat di benak wisatawan dunia. Promosi yang lebih kreatif dan berkelanjutan perlu dikembangkan.
Universal Studios dan Bola Dunia (Edukasi dalam Hiburan)
Universal Studios Singapore (USS) tak hanya menyajikan wahana adrenalin, tetapi juga pengalaman edukatif. Simbol “bola dunia” berputar di gerbang masuk bukan sekadar dekorasi—ia merepresentasikan keterbukaan, globalisasi, dan inklusi. Konsep glokalisasi diterapkan secara cerdas: konten global dibungkus dalam konteks Asia Tenggara (Chang, 2016).
Di sana, edukasi dan hiburan menyatu. Anak-anak bisa belajar tentang efek khusus film, ilmu fisika di wahana roller coaster, hingga sejarah karakter animasi.
Refleksi untuk Indonesia
Indonesia dapat mengembangkan wisata edukatif berbasis budaya dan alam. Misalnya, membuat taman sains di sekitar Gunung Bromo atau pusat edukasi sejarah di Candi Borobudur. Bukan hanya sebagai tempat swafoto, tetapi juga tempat belajar lintas generasi.
Kritik Membangun (Tantangan Wisata di Tanah Air)
Meskipun Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya luar biasa, masih banyak PR yang perlu diselesaikan: Pertama, Manajemen
Banyak destinasi belum dikelola secara profesional. Keterlibatan masyarakat lokal belum optimal, dan kadang justru terjadi eksploitasi tanpa keberlanjutan.
Kedua, Promosi
Masih terfokus pada media konvensional. Promosi digital berbasis data dan narasi emosional masih kurang maksimal.
Ketiga, Kebersihan dan Kenyamanan
Wisatawan sering mengeluhkan toilet kotor, jalan rusak, dan kurangnya tempat sampah. Di sisi lain, Singapura menetapkan standar tinggi dalam kebersihan ruang publik.
Keempat, Perlakuan Terhadap Wisatawan
Kejadian rombongan kami di imigrasi Singapura justru menjadi pelajaran bagi Indonesia agar tetap menjadi negara yang ramah tamah bagi semua wisatawan. Kesantunan dan inklusivitas adalah daya tarik kita yang tak boleh luntur.
---
Penutup (Pariwisata sebagai Cermin Peradaban)
Pariwisata bukan hanya soal ekonomi. Ia adalah cermin peradaban. Negara yang mampu membuat tamunya merasa nyaman, dihormati, dan teredukasi—itulah yang akan dikenang. Singapura memberi pelajaran penting: bagaimana mengemas narasi, menata ruang publik, dan membangun branding global. Namun, ia juga menyimpan sisi gelap seperti tantangan Islamofobia dan ketatnya kontrol terhadap identitas.
Indonesia punya modal lebih kuat: keaslian budaya, alam yang memesona, dan masyarakat yang hangat. Tinggal bagaimana kita belajar, berbenah, dan berani berinovasi.
---
Referensi:
Ismail, R., & Shaw, B. J. (2006). Singapore’s Malay-Muslim community in post-9/11 global city. Journal of Muslim Minority Affairs, 26(2), 249-266.
Lim, S. H. (1996). Merlion and the Making of Tradition. National University of Singapore.
Chang, T. C. (2016). Glocal Disneyfication at Universal Studios Singapore. Tourism Geographies, 18(2), 256-276.
Hedges, P. (2022). Islamophobia in Singapore and vs Western Islamophobia: the state, colonialism, and the Muslim experience. Academia.edu.
The Sun. (2024). World’s best airport building new mega terminal. Retrieved from thesun.co.uk.
---
*Guru SD Al Hikmah Surabaya