![]() |
Pagi ini, saya memulai perjalanan kecil ke sebuah sudut Kota Bandung yang selalu menyimpan cerita: Punclut, sebuah kawasan yang berlokasi di Jalan Ciumbuleuit, Bandung Barat. Nama "Ciumbuleuit" sendiri kerap menjadi tantangan bagi banyak orang, bahkan bagi warga Bandung sekalipun. Pelafalannya yang unik membuat lidah harus berusaha ekstra, seakan-akan nama ini memang diciptakan untuk diingat sekaligus diceritakan.
Punclut bukan sekadar nama. Setiap Minggu pagi, kawasan ini hidup dengan hiruk-pikuk pasar tradisional. Berbagai jajanan khas Bandung, yang mungkin sudah jarang kita temui di pasar modern, dijajakan di sepanjang jalan. Dari surabi hangat yang baru saja diangkat dari tungku hingga peuyeum yang manis legit, semua tersedia bagi siapa saja yang ingin bernostalgia dengan rasa-rasa masa kecil. Tak hanya makanan, di sini kita juga bisa menemukan sayuran segar hasil panen para petani lokal, dijual dengan harga yang jauh lebih bersahabat dibandingkan di supermarket kota.
Namun, mencapai semua keindahan ini bukan tanpa usaha. Jalanan menuju Punclut semakin menanjak dengan medan yang menuntut tenaga ekstra. Semakin tinggi kita berjalan, semakin terjal pula tanjakan yang harus dihadapi. Napas terasa berat, kaki mulai berteriak lelah, dan godaan untuk berhenti sesekali muncul.
Saya pun merasakannya. Langkah saya terasa lambat dibandingkan pejalan lain. Saya memang tidak terbiasa trekking, sehingga setiap meter yang harus didaki terasa berat di kaki dan dada. Beberapa kali saya ingin berhenti, bahkan sempat terlintas untuk berbalik arah. Tapi rasa penasaran mendorong saya untuk terus melangkah, meski perlahan.
Dan ternyata, ketekunan kecil itu membuahkan hasil. Saat akhirnya mencapai puncak Punclut, semua rasa lelah seketika tergantikan oleh suguhan luar biasa: pemandangan alam Kota Bandung yang terbentang luas, memukau dalam balutan udara sejuk pegunungan. Tidak hanya itu, beragam kuliner khas siap memanjakan lidah, dari makanan tradisional hingga modern, semuanya tersaji di deretan warung yang ramai pengunjung.
Sering kali dalam hidup, kita tergoda untuk menyerah ketika perjalanan terasa terlalu berat. Padahal, sedikit lagi hanya sedikit lagi, keindahan yang kita cari sudah menunggu. Punclut mengajarkan saya bahwa kegigihan itu bukan soal seberapa cepat kita sampai, melainkan seberapa besar keinginan kita untuk terus melangkah meski perlahan.
Mendaki Punclut bukan hanya soal menaklukkan jalanan terjal, tetapi juga tentang menaklukkan rasa lelah dalam diri sendiri. Tentang percaya bahwa segala upaya tidak pernah sia-sia, selama kita tetap memilih untuk tidak menyerah.
Hari ini, Punclut bukan hanya menawarkan pemandangan, kuliner, atau udara segar. Ia menawarkan sebuah pelajaran hidup bahwa untuk sampai pada keindahan, kita harus bersedia melewati jalan yang menanjak, berat, dan melelahkan. Dan percayalah, saat kita sampai di puncak, semua perjuangan itu terasa lebih dari pantas.