Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ketika Hari Bumi Disambut dengan Lautan Sampah Plastik Penulis : Ririe Aiko

Tanggal 22 April setiap tahun diperingati sebagai Hari Bumi. Peringatan ini berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, termasuk laut dan daratan yang kini menghadapi tekanan akibat aktivitas manusia. Di Indonesia, momentum ini bersinggungan langsung dengan persoalan serius: tingginya volume sampah plastik yang mencemari lingkungan, terutama lautan.

Menurut studi terbaru yang dipublikasikan oleh University of Leeds pada Februari 2025, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil polusi plastik terbesar ketiga di dunia, setelah India dan Tiongkok. Setidaknya 3,4 juta metrik ton sampah plastik dihasilkan Indonesia setiap tahunnya. Sebagian besar tidak terkelola secara optimal dan berakhir mencemari ekosistem laut.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dan garis pantai sepanjang lebih dari 95.000 km. Kondisi geografis ini membuat laut memiliki peranan strategis dalam sektor ekonomi, pangan, dan budaya. Namun, laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa Indonesia membuang sekitar 620 ribu ton sampah plastik ke laut setiap tahunnya. Sampah tersebut berasal dari limbah rumah tangga, industri, hingga aktivitas pariwisata.

Sampah plastik di laut menimbulkan berbagai dampak ekologis. Penyu laut, burung laut, dan berbagai spesies ikan dilaporkan sering terjerat atau menelan plastik yang mengambang di permukaan air. Dalam jangka panjang, plastik tersebut terurai menjadi mikroplastik dan masuk ke dalam rantai makanan. Temuan mikroplastik dalam tubuh hewan laut telah dilaporkan oleh berbagai penelitian, termasuk oleh LIPI dan lembaga internasional seperti WWF.

Fenomena mikroplastik tidak hanya berdampak pada satwa laut, tetapi juga telah memasuki sistem pangan manusia. Penelitian oleh Environmental International tahun 2022 mendeteksi mikroplastik dalam 80% sampel darah manusia yang diuji, termasuk dari Indonesia. Selain itu, mikroplastik telah ditemukan dalam air minum kemasan, garam dapur, dan udara.

Penyebab utama pencemaran plastik di Indonesia mencakup rendahnya tingkat pengelolaan sampah. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa hanya sekitar 39% dari total sampah di Indonesia yang dikelola dengan baik. Sisanya berakhir di tempat pembuangan akhir terbuka, sungai, atau laut. Selain itu, masih terbatasnya kesadaran masyarakat tentang bahaya sampah plastik dan lemahnya regulasi terhadap industri turut memperparah kondisi ini.

Berbagai inisiatif telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah Indonesia melalui Perpres No. 83 Tahun 2018 menetapkan target pengurangan sampah laut sebesar 70% pada 2025. Beberapa kota seperti Surabaya dan Bali telah menerapkan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Di sisi lain, komunitas lokal dan sektor swasta mulai memanfaatkan model ekonomi sirkular, seperti daur ulang plastik dan inovasi bioplastik dari bahan alami.

Peringatan Hari Bumi 2025 berlangsung dalam konteks yang kompleks bagi Indonesia. Di satu sisi, terdapat kesadaran yang mulai tumbuh untuk mengelola sampah secara berkelanjutan. Di sisi lain, volume sampah plastik masih terus meningkat seiring pertumbuhan konsumsi dan populasi. Kondisi ini memperlihatkan tantangan yang masih perlu diatasi melalui pendekatan multidisipliner dan kerja sama antar sektor.

Dalam lanskap global, penanganan sampah plastik bukan hanya tanggung jawab satu negara. Namun, posisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan produsen plastik terbesar ketiga dunia menempatkannya dalam sorotan internasional. Informasi dan data yang tersedia menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang lebih baik akan menjadi faktor kunci dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut dan ekosistem secara keseluruhan.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies