![]() |
Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membuka babak baru dalam dunia kesehatan. Kini, AI mulai dimanfaatkan sebagai mitra kerja dokter untuk meningkatkan kualitas pelayanan medis. Salah satu kisah inspiratif datang dari Malaysia, yang dibagikan oleh dr. Oryza Satria, Sp.OT (K), Dokter Spesialis Ortopedi Konsultan Hand Microsurgery di RS Pondok Indah Bintaro Jaya. Ia menceritakan bagaimana rekannya, seorang dokter di Malaysia, menggunakan ChatGPT sebagai bagian dari proses konsultasi dengan pasien.
Dalam praktiknya, ChatGPT digunakan untuk membantu menjelaskan informasi medis kepada pasien dengan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami. AI ini mampu merespons pertanyaan-pertanyaan medis dasar dengan cukup akurat, bahkan dalam topik-topik yang kompleks. Hal ini memberikan nilai tambah tersendiri dalam konsultasi karena pasien bisa merasa lebih tercerahkan sebelum dan sesudah penjelasan dari dokter.
dr. Oryza mengakui bahwa informasi yang diberikan oleh AI seperti ChatGPT cukup relevan dan sesuai dengan standar pengetahuan medis yang umum digunakan. Namun, ia tetap menegaskan bahwa penggunaan AI dalam konsultasi tidak boleh menggantikan peran pemeriksaan langsung oleh tenaga kesehatan profesional. "AI memang pintar, tapi tetap ada batasnya. Diagnosis yang tepat hanya bisa dilakukan oleh dokter setelah melihat kondisi pasien secara langsung," ungkapnya.
Peringatan ini penting mengingat kecenderungan masyarakat yang sering kali tergoda untuk melakukan self-diagnosis berdasarkan informasi di internet. Meski AI bisa membantu mempercepat pemahaman, keputusan medis tetap harus diambil oleh profesional yang memiliki kapasitas dan pengalaman klinis.
Praktik yang dilakukan di Malaysia ini menjadi contoh menarik tentang bagaimana teknologi dapat diintegrasikan dalam sistem kesehatan tanpa menggeser peran utama dokter. Justru, AI bisa menjadi alat bantu strategis yang memperkuat komunikasi antara dokter dan pasien, serta meningkatkan efisiensi waktu dalam sesi konsultasi. Dengan demikian, dokter dapat lebih fokus pada aspek klinis dan pengambilan keputusan medis, sementara AI menangani bagian edukatif yang bersifat umum.
Selain itu, penggunaan AI juga berpotensi meningkatkan literasi kesehatan di masyarakat. Ketika pasien mendapat informasi awal dari sumber yang relatif akurat seperti ChatGPT, mereka bisa datang ke dokter dengan pertanyaan yang lebih spesifik dan diskusi yang lebih produktif.
Secara keseluruhan, penggunaan AI dalam bidang kesehatan bukan hanya menarik, tetapi juga membuka peluang besar bagi transformasi layanan medis di masa depan. Dengan pendekatan yang etis dan profesional, AI dapat menjadi mitra yang andal bagi tenaga medis, bukan sebagai pengganti, melainkan pelengkap yang cerdas dan efisien.