Tuanku M. Jalal Thalibi mewakili guru tuo, menyampaikan kesan dan pesan. (ist) |
PADANG PARIAMAN, Sigi24.com -- Lantunan shalawat nabi bergema. Serentak semua santri dan santriwati itu menyebutnya, pada saat usai acara, Selasa 8 Oktober 2024 itu.
Shalawat sambil berdiri, sekalian saling bersalaman antara murid dan guru, bagian dari akhir kegiatan serah terima pimpinan Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan.
Serah terima ala surau tentunya. Buya Marulis Tuanku Mudo, sang pimpinan pesantren yang didirikan 1940 M ini hendak berangkat menunaikan ibadah umrah.
Tak lama sih. Tapi tentu perjalanan jauh yang butuh energi, butuh kekuatan lahir dan batin. Dia berangkat Kamis 10 Oktober 2024 bersama istrinya.
Yang namanya perjalanan jauh dan lama, tentu tak bisa diperkirakan. Setidaknya, Selasa itu bagian dari pembersihan hati dan pikiran.
Buya Marulis Tuanku Mudo yang pergi umrah tentu harus bersih dari segala hal yang merintangi ibadah umrahnya. Santri, alumni, dan keluarga besar Madrasatul 'Ulum yang ditinggalkan sementara, juga bersih dari segala sangkaan yang kurang elok.
Sampai-sampai Tuanku M. Jalal Thalibi yang mewakili guru tuo tersekat untuk bicara. Suaranya sedikit parau, meminta maaf dan dimaafkan.
"Banyak perintah Buya yang tidak kami laksanakan. Banyak pula kekurangan kami terhadap segala kebaikan, sehingga terasa sekali pintu maaf itu," kata dia.
Untuk sementara, titah kepemimpinan dipercayakan kepada Basyiruddin Tuanku Khatib Majo Indo, alumni asal Singgalang, Tanah Datar yang menetap di Sungai Buluah Barat, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman.
Kegiatan pelepasan itu dibuka dan ditutup dengan umul Quran, sembari berdoa bersama agar perjalanan umrah Buya Marulis dan keluarganya sukses dan berkah, selamat pulang kembali ke tanah air, memimpin jalannya pendidikan di pesantren yang didirikan Syekh H. Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah ini.
Buya Marulis Tuanku Mudo dalam sambutannya mengakui punya karakter yang sedikit bersuara keras. "Sering berang, tapi itu yakinlah tanda sayang," katanya.
"Tidak ada dendam seorang guru pada anak didiknya. Tidak pula suara keras itu atas dasar sakit hati. Melainkan, pembelajaran sembari berharap, seluruh anak didik ini harus lebih pintar dari guru," ungkapnya.
Basyiruddin Tuanku Khatib Majo Indo mengakui kalau dia sudah lama tidak mengulang kaji.
"Ini adalah amanah dan perintah. Mohon kawan guru tuo, kerjasamanya, agar rentang waktu yang singkat, bisa kita isi dengan hal yang bermanfaat," katanya.
Pewarta: damanhuri