Menikmati teh talue di Los Lambuang Kurai Taji, sambil diskusi Basapa di Ulakan. (ist) |
PADANG PARIAMAN, Sigi24.com -- Meski jarang pulang kampung, tapi H. Ali Bakri Tuanku Khalifah ini hafal, mana teh talue yang enak dan paten, di Los Lambuang Kurai Taji, Kota Pariaman.
Kamis, 15 Agustus 2024 malam, Los Lambuang ini menjadi tempat diskusi hangat dan berisi. Sehangat teh talue, pembicaraan antara kami lepas saja, namun tentu ada yang bisa untuk keberlanjutan Majlis Silaturrahmi Tuanku Nasional.
Hanya waktu sekejap, lewat telpon dari Ali Bakri Tuanku Khalifah, semua bisa datang bercengkrama, berdiskusi soal banyak hal.
Kenapa! Malam itu ada tiga doktor, sebagai akademi yang bermula dari surau. Yakni, H. Dr. Zalkhairi Tuanku Bagindo, H. Dr. Muhammad Nur Tuanku Bagindo, H. Dr. Abdul Salam.
Terus Heri Firmansyah Tuanku Khalifah, Syafri Tuanku Kaciak, Khatib Ibrahim dan awak sendiri.
Di Los Lambuang, tentu pembicaraan bisa lepas dan meluas, seluas Los Lambuang yang terkenal itu. Malah bisa lebih luas dari itu.
Meluas, tetapi diskusinya bisa ditarik benang merahnya, untuk sebuah narasi pembaharuan, dengan tidak mencabut akar sejarahnya.
Menariknya, Abdul Salam yang tokoh Muhammadiyah, tetapi berbasis di Ulakan, jantung tradisinya para tuanku dan orang siak. Katakanlah para tuanku yang berada di Nahdlatul Ulama (NU) dan Tarbiyah Perti.
Oleh M. Nur, Kepala Biro IAIN Kerinci ini, Abdul Salam digelari " Munu". Ya, Muhammadiyah yang NU. Abdul Salam pun bercerita, kalau dia pernah diminta oleh Buya Shofwan Karim mengkolaborasikan Muhammadiyah Ulakan dengan tariqat Syattariyah.
Tak kalah seru lagi, M. Nur yang seniornya Abdul Salam bercerita, kalau dulu dia sering jadi Khatib di Masjid Taqwa Muhammadiyah Ulakan.
Sambil menikmati teh talue enak dan makan mie goreng, diskusi itu kian melebar terus. Pengalaman haji bagi yang sudah ke Mekkah, termasuk cerita yang patut dinarasikan.
Tentu Ali Bakri, Zalkhairi, Abdul Salam dan M. Nur punya pengalaman tersendiri soal ini. Apalagi Ali Bakri yang mengelola Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), bagaikan Jakarta - Padang saja oleh dia ke Tanah Suci tersebut.
M. Nur minta, Ali Bakri ikut memperjuangkan para tuanku ini untuk bisa ke Mekkah pula. Terutama tuanku dan orang siak yang belum bisa ke situ.
"Ini harus kita perjuangkan bersama, agar kepala daerah tak salah dalam menempatkan para petugas dan pendamping haji di kala musim haji," kata mantan Kepala Kemenag di sejumlah kabupaten dan kota di Sumatera Barat ini.
Tentu menempatkan tuanku dan orang siak sebagai TPHD, punya alasan sendiri. Tuanku orang yang sudah lama belajar, mengetahui soal haji dan umrah.
Hanya karena faktor ekonomi, uang yang hanya pas-pasan, membuat sebagian besar para tuanku ini merasa sulit untuk bisa sampai di Mekkah.
Syekh Mukadam Sungai Rotan
Syekh Mukadam dikenal sebagai ulama besar. Ke ulama ini banyak orang hebat berguru saisuaknya. Ayah Buya Hamka, kabarnya pernah mengaji bersama Syekh Mukadam ini.
M. Nur sedang menghimpun cerita dan kebesaran Syekh Mukadam ini. Dari dia lahir ulama hebat yang berbasis di Muhammadiyah dan Tarbiyah, yakni Pakiah Saliah, terkenal sebagai tokoh ulama di Muhammadiyah Kurai Taji, dan Ungku Shaliah Pengka Lubuk Pandan.
Cerita M. Nur, Syekh Mukadam mengaji ke darek dulunya. Hebatnya, dari sini ke darek dia berjalan kaki saja.
Sepanjang jalan, ada banyak orang mengasihnya bekal, tetapi dikasihkannya pula ke orang yang membutuhkan.
Setidaknya, Syekh Mukadam punya kebiasaan "terima kasih". Sehabis di terimanya, lalu dikasihnya pula kepada orang lain.
Sapa Historia (sejarah sapa)
Ini sebenarnya diskusi pokok dan utama dalam pertemuan singkat kami para orang siak malam itu.
Ali Bakri dan Heri Firmansyah sepertinya tertantang untuk hal ini. Bagaimana menjadikan sebuah keputusan bersama, bahwa Basapa tiap bulan Syafar di Ulakan, jadi "sejarah saja", seperti di Pariaman yang sudah berhasil menjadikan Tabuik budaya.
Cerita ini menarik, karena di luar sana menurut Ali Bakri, masih ada yang bilang, kalau Basapa dan ziarah ke Ulakan adalah orang yang menyembah kuburan.
Tentu sentimen negatif yang berkembang itu harus "dilawan" dengan sebuah keputusan bersama, terutama para khalifah tariqat Syattariyah.
Teh talue hampir habis, para pedagang pun satu persatu mulai menutup dagangannya.
Tapi, pembicaraan kami soal Basapa tadi, akan ditindaklanjuti oleh dua Khalifah, Heri Firmansyah dan Ali Bakri, serta Syafri Tuanku Kaciak dan Khatib Ibrahim, untuk bertemu Tuanku Qadhi Ulakan.
Intinya, halaqah kita nantinya menghadirkan seluruh tuanku, pimpinan Syattariyah, para tuanku akademi, pimpinan pondok pesantren dan surau.
Pokoknya ratusan yang hadir dan menguliti persoalan Basapa, agar menjadi sebuah ikon yang menarik. Dan insya Allah, kita persiapkan konsep itu untuk Basapa tahun depan. (ad/red)