Kudeta Bolivia yang diawali ketidaksetujuan atas Presiden Luis Arce. (ist) |
BOLIVIA, Sigi24.com--Pada suatu hari yang dipenuhi ketegangan dan kekhawatiran, negeri Bolivia yang berpopulasi 12 juta jiwa menyaksikan peristiwa dramatis yang tak terduga. Dalam hitungan jam, pasukan tentara menduduki istana negara di bawah komando Jenderal Juan Jose Zuniga.
Kudeta tersebut terjadi setelah Zuniga menolak perintah Presiden Luis Acre yang meneguhkan pergantian di pucuk pimpinan militer. Namun, setelah tiga jam yang penuh ketegangan, para serdadu akhirnya mundur dari ibu kota atas perintah panglima militer baru, Jose Wilson Sanchez.
Kudeta Kilat yang Tak Berumur Panjang
Kudeta yang dilancarkan oleh Zuniga, bersama komplotannya, mantan wakil panglima angkatan laut Juan Arnez Salvador, hanya bertahan selama tiga jam.
Keduanya segera ditangkap dan ditahan atas perintah kejaksaan. Setelah kegagalan kudeta, ribuan pendukung pemerintah turun ke jalan, merayakan kemenangan demokrasi dengan mengibarkan bendera negara dan menyanyikan lagu-lagu nasional.
Menteri Pemerintahan, Eduardo del Castillo, dengan tegas menyatakan kepada wartawan bahwa tujuan kudeta ini adalah untuk menjatuhkan otoritas yang terpilih secara demokratis.
Pada Rabu malam, Menteri Pertahanan Edmundo Novillo memastikan situasi telah terkendali dalam konferensi pers yang didampingi oleh panglima militer baru, Jose Wilson Sanchez.
Kudeta demi 'Demokrasi'?
Ketegangan politik di Bolivia telah mencapai puncaknya dalam beberapa bulan terakhir. Presiden Arce dan mantan presiden Evo Morales terlibat dalam pertikaian sengit yang berimbas pada ketidakstabilan politik dan ekonomi.
Jenderal Zuniga menggunakan kelumpuhan politik ini sebagai alasan untuk melakukan kudeta. Dalam sebuah konferensi pers, Zuniga mengklaim bahwa ia muak dengan pertikaian politik yang terus-menerus dan merasa perlu mengambil tindakan untuk memulihkan demokrasi.
Sebelum ditahan, Zuniga sempat mengklaim bahwa tindakannya adalah hasil dari arahan Presiden Arce, yang ditolak mentah-mentah oleh Menteri Kehakiman Ivan Lima. Lima menegaskan bahwa Zuniga berbohong dan harus bertanggung jawab di muka pengadilan atas tuduhan menyerang demokrasi dan konstitusi, dengan ancaman penjara hingga 20 tahun.
Reaksi Internasional dan Tuduhan Keterlibatan Asing
Kudeta di Bolivia segera mengundang kecaman internasional, terutama dari Rusia yang baru-baru ini menjadi sekutu dekat pemerintahan Presiden Arce.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengutuk keras upaya kudeta militer tersebut dan menawarkan dukungan penuh bagi pemerintahan Bolivia. Rusia bahkan menuduh adanya keterlibatan pihak asing yang ingin mencampuri proses politik di Bolivia.
Kunjungan Presiden Arce ke Rusia awal bulan ini untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin di Forum Ekonomi Internasional di St. Petersburg menegaskan hubungan erat antara kedua negara. Bolivia baru-baru ini menyepakati pembelian minyak dari Rusia untuk menutupi kekurangan dalam negeri, sementara cadangan litium besar di Bolivia sebagian besar dikelola dengan dana investasi dari China dan Rusia.
Akhir Kudeta dan Harapan Baru
Meski kudeta yang dilancarkan Zuniga berlangsung singkat, peristiwa tersebut meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah politik Bolivia.
Rakyat Bolivia kini berharap akan stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik di bawah pemerintahan yang sah. Kegagalan kudeta ini menjadi pengingat akan pentingnya supremasi sipil dan demokrasi yang kokoh, sekaligus peringatan bagi mereka yang mencoba mengganggu ketertiban konstitusional di negara tersebut. (titip elyas/red)