Ridwan Arif Tuanku Bandaro |
Malin Kundang walaupun, terlepas apakah cerita ini fakta atau hanya fiktif, adalah cerita rakyat dari Minangkabau yang penuh nilai pendidikan.
Seorang anak dari ibu yang miskin lupa sejarah ketika ia sudah sukses berjaya. Ia lupa bahwa dirinya, yang sekarang sudah hebat dan sukses terlahir dari seorang perempuan, yang sekarang "sangat hina" di matanya.
Karena lupa sejarah, ia menjadi anak durhaka, tidak pandai mengenang dan membalas jasa ibunya malah menyakiti hati sang ibu.
Di zaman modern sekarang masih wujud sosok yang perangainya menyerupai Malin Kundang. Dari konteks kehidupan beragama, sebagian pengikut salafi-wahabi yang berasal dari Minangkabau memerankan perangai ini.
Seorang pemilik akun FB yang memakai nama "Tuanku Segeh", diketahui berasal dari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman salah satu contohnya. Dari postingan-postingannya di FB kuat dugaan individu ini pengikut aliran Salafi-wahabi.
Dalam mendakwahkan doktrin Salafi-Wahabinya individu ini tidak hanya mengkritik amalan kaum tradisional Minangkabau (baca: Ahlusunnah wal-jamaah), khususnya yang berada di daerah Padang Pariaman, yang juga pengamal tasawuf-tarekat, tetapi juga telah melakukan penghinaan, pelecehan dan ujaran kebencian, terhadap institusi "Tuanku" (gelar ulama di Minangkabau, seperti gelar Kyai di Jawa) terutama di daerah Padang Pariaman dan "labai" (petugas keagamaan di masyarakat). Anehnya, walaupun ia mengkritik dan menghina institusi "Tuanku", di kaum FB-nya ia juga memakai nama "Tuanku".
Kenapa saya katakan sosok ini perangainya mengikuti Malin Kundang? Individu ini lupa bahwa faktor utama suksesnya proses islamisasi kepulauan Melayu-Indonesia adalah jasa kaum sufi. Dalam konteks Minangkabau, ulama yang dipandang sukses mengislamkan Minangkabau ialah Syekh Burhanuddin Ulakan, seorang ulama' sufi, Mursyid tarekat Syattariyah. Informasi yang penulis dapatkan, individu yang menggunakan nama Tuanku Segeh ini berasal dari Ulakan.
Tuanku Segeh ini mungkin lupa atau sengaja melupakan, bahwa ia bisa menjadi seorang muslim adalah sebab kedua orang tuanya dan nenek moyangnya muslim (karena sepertinya dia bukan mualaf). Nenek moyangmu menjadi muslim berkat jasa syekh Burhanuddin.
Sekarang kamu tanpa teragak-agak pandai pula menghina, melecehkan bahkan mengolok-olok ulama pewaris syekh Burhanuddin.
Bagi saya tidak masalah anda jadi pengikut salafi Wahabi. Jangankan menjadi pengikut salafi-wahabi, seandainya anda jadi penganut agama lain (selain Islam) atau ateis pun silahkan saja. Itu hak asasi anda sebagai manusia dan dilindungi oleh negara. Atau anda mau mengkritik ajaran ahlusunah waljama'ah (aqidah, ibadah atau Tasawuf-tarekat) silahkan saja asal itu disampaikan secara ilmiah dan tetap menjaga akhlak yang mulia.
Masalahnya sekarang anda menghina, melecehkan dan mengolok-olok pewaris syekh Burhanuddin. Serangan anda ditujukan kepada institusi Tuanku. Anda ingat tuanku itu satu orang? Anda ingat tuanku itu orang-orang buta huruf dan terbelakang? Secara pendidikan umum, sekarang sudah banyak tuanku yang sudah sarjana, magister bahkan doktor dan profesor. Anda ingat amalan tuanku itu hanya ikut-ikutan, tak ada dalil?
Tulisan sederhana ini adalah wujud kasih sayang saya kepada saudara seagama. Kenapa begitu, walaupun kamu sudah menghina kami yang tercakup di bawah gelar "Tuanku", namun kami percaya bahwa hina-mulia nya manusia bukan berdasarkan penilaian manusia, tetapi bagaimana penilaian Allah atasnya. Jika kami mulia di sisi Allah maka tidak ada sesiapa yang mampu menghinakan kami. Sebaliknya jika kami hina pada pandangan Allah maka tidak ada sesiapa yang bisa mengangkatnya.
Inikah contoh dakwah Sunnah yang anda dakwakan itu? Inikah contoh akhlak dari orang yang mengaku berjalan di atas manhaj salaf?
Walaupun tulisan ini secara khusus saya tujukan kepada pemilik akun FB Tuanku Segeh, umumnya bagi penganut salafi-wahabi yang berasal dari Minangkabau.
Silahkan saja kritik amaliyah kami kaum ahlusunah waljama'ah, tetapi ingat jugalah jasa Ulama' Sufi yang anda katakan sesat itu dalam "keislaman" antum. Silahkan saja kritik amaliyah kami, tetapi secara ilmiah dan tetap dengan berakhlak mulia. (***)
*Dosen Program Studi Filsafat dan Agama Universitas Paramadina Jakarta