Foto bersama usai diskusi dalam Podcast Padang Pariaman bicara. (ist) |
Padang Pariaman, Sigi24.com--Siang itu bincang kami, khusus soal buku "Buya Syekh Ali Imran Hasan, Profil Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan".
Pesantren, lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Nurul Yaqin yang didirikan Buya Ali Imran Hasan, adalah pesantren khas tersendiri.
Pesantren ini paling banyak kita temukan di Padang Pariaman dan bahkan sudah merambah ke sejumlah daerah lain di Indonesia.
Nurul Yaqin go internasional, mungkin hendak dicapai karena sudah menasional. Melahirkan santri hebat, berderet banyaknya doktor dari kalangan alumninya, dan sebagian sudah menuju profesor.
Dalam buku itu ditulis, banyaknya tokoh nasional datang dan berkunjung ke pesantren yang terletak di Nagari Pakandangan ini.
Buya Ali Imran Hasan (1926 - 2017), adalah ulama hebat, meninggalkan warisan budaya pesantren yang kini semakin besar dan berkembang luas.
Disebut budaya, Nurul Yaqin komitmen dengan tradisi lama yang baik dan selalu mengadopsi tradisi baru yang lebih baik lagi.
Senin 18 September 2023 siang, Podcast Padang Pariaman bicara menggelar diskusi buku tentang Buya Ali Imran ini.
Langsung dengan Pimpinan Nurul Yaqin Idarussalam Tuanku Sutan, salah seorang alumni Tuanku Nofri Andy.N, dan penulis buku itu sendiri, Armaidi Tanjung.
Idarussalam Tuanku Sutan yang juga anak Buya Ali Imran menilai Buyanya seorang ulama yang memilih aman dan nyaman untuk sampai ke sebuah tujuan.
"Untuk ke Padang itu banyak orang memakai berbagai jenis kendaraan, bahkan berjalan kaki pun bisa dan ada. Tetapi, Buya lebih memilih kendaraan yang aman dan nyaman," ulas dia beristilah.
Menurut Jotek, begitu Idarussalam Tuanku Sutan akrabnya di kalangan keluarga besar Nurul Yaqin, buku yang ditulis Armaidi Tanjung ini luar biasa, lengkap dan telah memenuhi semua kisah, cerita dan perjalanan hidup Buya Ali Imran Hasan dalam menuntut ilmu.
"Ya tradisi belajar dan mengajar. Buya disibukkan oleh dua hal ini. Kalau tidak mengajar, Buya belajar, dan terus seperti itu hingga akhir hayatnya,".
"Buku ini diharapkan menjadi referensi penting dalam melahirkan karya tulis berikutnya," sebutnya.
Sementara, Nofry Andy, alumni yang doktor kandidat, juga dosen di salah satu perguruan tinggi agama di Sumbar ini menyebutkan, Armaidi Tanjung guru dia dan guru banyak santri yang menekuni dunia menulis dan organisasi.
"Soal organisasi di lingkungan NU dan menulis, Armaidi memang luar biasa. Sudah banyak kadernya yang kini berkembang," kata dia.
Bagi Nofry Andy sendiri, Buya Ali Imran Hasan bukan lagi milik Padang Pariaman. Tetapi sudah milik republik ini. "Buktinya, saya yang dari Bengkulu hadir dan menuntut ilmu di Nurul Yaqin ini," ujar dia.
Sebagai alumni dan masih aktif di pesantren itu, Nofry Andy juga punya catatan tersendiri soal Buya Ali Imran Hasan yang jadi panutan banyak umat.
Armaidi Tanjung menyebutkan, inspirasi penulisan buku ini adalah minimnya karya tulis buku tentang ulama dan pesantren di Sumbar ini.
"Beda dengan di Jawa. Nah, penulisan buku ini merasa beruntung, karena sempat wawancara langsung dengan Buya Ali Imran Hasan, tokoh utama dalam buku ini," kata Sekretaris DPD SatuPena Sumbar ini.
Buku ini, kata Armaidi Tanjung, jauh dari kesempurnaan. Untuk itu pula dia terbuka untuk dikritik, disanjung pun tak masalah. Yang penting buku ini hadir, dan diharapkan memancing untuk tumbuh dan berkembangnya budaya literasi di kalangan pesantren. (ad/red)