Type Here to Get Search Results !

Pertemuan 4: Membangun Akhlak Berbasis Adat dan Syarak

Duski Samad 

TUJUAN: Menawarkan langkah kolaboratif lintas unsur masyarakat

POKOK BAHASANA:

Nash: QS. Ali Imran: 104 – “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan…” QS. Al-Ma’un: 1-7 – Kritik sosial terhadap ibadah tanpa aksi sosial

Ilmiah: Pendidikan karakter berbasis komunitas efektif membangun habitus moral. Adat Minangkabau mengandung sistem “limbago” sosial yang kuat untuk kontrol norma

Pepatah Adat: “Tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan.” “Kampuang indak batungkek, nagari indak bapaga.”

Hukum Positif: Perda Adat dan Kearifan Lokal. Permendagri No. 42 Tahun 2015: Pedoman pengakuan masyarakat adat.

AKIBAT HUKUM

1. Akibat Hukum Positif (Negara)

Dasar Hukum. UUD 1945 menjamin hak atas pendidikan moral dan sosial. Permendagri No. 42 Tahun 2015: pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Perda Adat dan Kearifan Lokal: memberikan ruang legal bagi penguatan nilai budaya dalam tata kelola masyarakat. Akibat Hukum Jika masyarakat mengabaikan pendidikan akhlak → meningkatnya kriminalitas, pelanggaran sosial, dan lemahnya ketahanan masyarakat. Negara wajib hadir dengan sanksi pidana, perdata, atau administratif terhadap penyimpangan (contoh: kekerasan, hoaks, perusakan norma publik). Perda adat memberi legitimasi sanksi sosial adat diakui dalam kerangka hukum nasional.

2. Akibat Hukum Syariat (Islam)

Dalil Nash. QS. Ali Imran: 104 – kewajiban kolektif menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. QS. Al-Ma’un: 1–7 – kritik ibadah tanpa aksi sosial, tanda rusaknya akhlak publik. Konsekuensi Syariat Hudud: berlaku pada pelanggaran besar (zina, pencurian, minuman keras). Ta‘zÄ«r: berlaku pada pelanggaran moral dan sosial yang tidak masuk hudud (hoaks, fitnah, penghinaan). Ukhrawi: hilangnya keberkahan, dosa kolektif bila masyarakat tidak menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Akibat Sosial-Spiritual Generasi kehilangan teladan, meningkatnya individualisme, dan rusaknya solidaritas sosial.

3. Akibat Hukum Adat Minangkabau (ABS-SBK)

Pepatah Adat. “Tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan.” → sinergi ulama, ninik mamak, dan cadiak pandai. “Kampuang indak batungkek, nagari indak bapaga.” → tanpa kontrol adat, nagari kehilangan pagar moral. Sanksi Adat. Pelaku pelanggaran akhlak dapat dikenai sanksi sosial: dipantang lalu, dikucilkan, atau tidak diajak mufakat. Hilangnya marwah kaum/nagari sebagai akibat dari penyimpangan moral warganya. Akibat Kolektif. Rusaknya sistem kontrol sosial adat (limbago). Nagari kehilangan identitas, bergeser dari filosofi ABS-SBK menjadi masyarakat pragmatis-materialistik.

Kesimpulan

Negara memberi legitimasi hukum positif melalui peraturan perundangan untuk mencegah penyimpangan moral.

Islam (syariat) menegaskan kewajiban kolektif menjaga akhlak dengan amar ma’ruf nahi munkar, serta memberi sanksi syar‘i bagi pelanggaran.

Adat Minangkabau (ABS-SBK) memberi sanksi sosial-kultural demi menjaga marwah nagari dan keseimbangan hidup.

Sinergi hukum positif, syariat, dan adat diperlukan agar masyarakat tidak kehilangan pegangan moral di tengah globalisasi.

Rekomendasi

Sinergi Tiga Pilar: perkuat tali tigo sapilin (ulama, ninik mamak, cadiak pandai) dengan dukungan pemerintah daerah.

Revitalisasi Pendidikan Akhlak: integrasi pendidikan adat, agama, dan regulasi negara dalam kurikulum formal maupun nonformal.

Legalitas Adat dalam Hukum Positif: dorong penerapan Perda Adat yang mengikat secara sosial dan diakui negara.

Gerakan Sosial Kolaboratif: bentuk forum masyarakat adat, ormas Islam, dan lembaga pendidikan untuk mengawal akhlak publik.

Keteladanan Pemimpin: tokoh adat, ulama, dan pejabat publik wajib menjadi contoh nyata akhlak mulia.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.