Type Here to Get Search Results !

Pertemuan 3: Akhlak Publik dan Media Sosial

Duski Samad 

TUJUAN : Membedah tantangan akhlak di era digital dan memberikan solusi etis

POKOK BAHASAN:

Nash: QS. Al-Hujurat: 6 – “Jika datang orang fasik membawa berita, telitilah dahulu…” QS. An-Nur: 19 – Ancaman bagi penyebar aib

Ilmiah: Digital Ethics: Anonimitas menciptakan ruang kebebasan tanpa tanggung jawab. Kajian komunikasi Islam: Media harus dijadikan alat amar ma’ruf nahi munkar

Pepatah Adat: “Nan kato dipajang, nan salah dianggak, nan benar ditinggikan.”“Jikok indak dapek di tampuah, alah dapek di tapaki.”

Hukum Positif: UU No. 19 Tahun 2016 perubahan atas UU ITE No. 11 Tahun 2008. Pasal 27 ayat (3): Larangan pencemaran nama baik melalui media elektronik.

AKIBAT HUKUM POSITIF (NEGARA)

1. Dasar Hukum. UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE (Pasal 27 ayat 3): larangan pencemaran nama baik, penyebaran konten asusila, ujaran kebencian, dan berita bohong. KUHP (Pasal 310–311): fitnah, penghinaan, dan penyebaran kabar palsu. Akibat / Sanksi Pidana: penjara hingga 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar. Administratif: akun diblokir, platform diberi peringatan atau sanksi hukum. Sosial: hilangnya reputasi, karier terganggu, dan kepercayaan publik menurun.

2. Akibat Syariat Islam

Dalil Nash. QS. Al-Hujurat: 6 – perintah tabayyun (klarifikasi berita). QS. An-Nur: 19 – ancaman berat bagi penyebar aib dan keburukan. Hadis: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim). Hukum dan Konsekuensi. Hudud: jika fitnah berbentuk qazaf (menuduh zina tanpa bukti). Ta‘zÄ«r: pelanggaran lain di media sosial (ghibah, hoaks, ujaran kebencian) ditentukan oleh hakim syar‘i. Dampak Spiritual: hati menjadi gelap, hilangnya keberkahan hidup, dan dosa sosial yang merusak hubungan antarumat. Tanggung Jawab Individu: menjaga lisan dan tulisan. Kolektif: menghidupkan hisbah (amar ma’ruf nahi munkar) di ruang digital.

3. Akibat Hukum Adat Minangkabau (ABS-SBK)

Pepatah Adat. “Nan kato dipajang, nan salah dianggak, nan benar ditinggikan.” → kata harus dijaga, salah diluruskan, benar ditinggikan. “Jikok indak dapek ditampuah, alah dapek ditapaki.” → setiap jejak perbuatan akan meninggalkan akibat. Sanksi Adat Dipantang lalu, tidak diajak mufakat, atau dikucilkan secara sosial bagi yang mempermalukan kaum/nagari. Hilangnya marwah pribadi maupun keluarga karena aib yang tersebar di publik atau media sosial. Akibat Kolektif Kaum dianggap gagal mendidik anak kemenakan. Ninik mamak dan alim ulama dipandang lalai menjaga adab generasi.

Kesimpulan

Pelanggaran etika publik melalui media sosial berdampak berlapis: Negara memberi sanksi pidana, denda, dan administratif. Islam menekankan dosa sosial, hukuman syar‘i (hudud/ta‘zÄ«r), serta konsekuensi ukhrawi. Adat Minangkabau memberi sanksi sosial, hilangnya marwah, dan rusaknya kehormatan nagari. Ketiganya bersinergi menjaga kehormatan publik agar media sosial menjadi ruang edukasi, silaturahmi, dan dakwah, bukan tempat fitnah dan kerusakan akhlak.

Rekomendasi

Literasi Digital Islami dan Adat: setiap warga perlu memahami adab bermedia sesuai QS. Al-Hujurat: 6 dan pepatah adat.

Peran Tokoh: ulama, ninik mamak, dan pemimpin formal harus tampil di media sosial sebagai teladan akhlak publik.

Integrasi Hukum: negara, syariat, dan adat perlu berkolaborasi dalam menegakkan norma akhlak digital.

Gerakan Sosial: kampanye “Bermedia Sosial dengan Malu dan Marwah” untuk menghidupkan nilai malu jo urang, takana jo adat dalam dunia digital.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.