Type Here to Get Search Results !

Iman Dzurriyat di Tengah Digitalisasi Oleh: Duski Samad

Setiap kali takziah ucapan duka cita, mendoakan almarhum dan kesabaran ahli bait adalah menu utamanya. Sebab, musibah kehilangan orang tercinta adalah musibah terbesar yang hanya orang sabar dapat melewatinya dengan baik dan benar. 

Kesempatan mentakziahi ahli waris ulama amat sangat patut diperhatikan menjaga martabat dan marwah ulama, walau ia sudah wafat. Ilmu dan teladan ulama suluah nan ka indak padam. Lebih lagi bagi dzurriyat (keturunan) beliau.

IMAN LINTAS ALAM 

Kajian lintas iman di maksud disini adalah menyatakan ketersambungan ulama dan umat yang mewariskan iman bagi keturunannya. Berikut tafsir klasik dan kontemporer dari Surat At-Thur ayat 21, yang menyatakan bahwa iman itu penyambung keturunan. Allah swt berfirman yang berbunyi:

Ùˆَالَّذِينَ آمَÙ†ُوا ÙˆَاتَّبَعَتْÙ‡ُÙ…ْ ذُرِّÙŠَّتُÙ‡ُÙ… بِØ¥ِيمَانٍ Ø£َÙ„ْØ­َÙ‚ْÙ†َا بِÙ‡ِÙ…ْ ذُرِّÙŠَّتَÙ‡ُÙ…ْ ۖ ÙˆَÙ…َا Ø£َÙ„َتْÙ†َاهُÙ… Ù…ِّÙ†ْ عَÙ…َÙ„ِÙ‡ِÙ… Ù…ِّÙ† Ø´َÙŠْØ¡ٍ ۚ ÙƒُÙ„ُّ امْرِئٍۢ بِÙ…َا Ùƒَسَبَ رَÙ‡ِينٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka. Dan Kami tidak mengurangi pahala amal mereka sedikit pun. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.”

Tafsir Klasik

Tafsir al-Tabari menyatakan bahwa 

makna utama ayat ini adalah karunia Allah bagi orang-orang beriman. Jika anak keturunan mereka juga beriman, meskipun amal mereka tidak setara dengan orang tuanya, maka mereka tetap dipertemukan di surga.

“Alhaqna bihim dzurriyyatahum” menunjukkan Allah mengangkat derajat anak keturunan mereka agar bersama orang tuanya, tanpa mengurangi pahala orang tua.

Keadilan Allah setiap orang tetap bertanggung jawab atas amalnya (kullumri'in bima kasaba rahinun), artinya meskipun dikumpulkan, tak ada yang diberi ganjaran atas amal orang lain.

Tafsir al-Qurthubi.

Penekanan pada kasih sayang Allah terhadap keluarga mukmin, yakni menyatukan mereka di surga sebagai bentuk kenikmatan tambahan. Ini juga memberi pengharapan bahwa anak-anak mukmin yang kurang amalnya bisa diangkat kedudukannya karena hubungan dengan orang tua yang saleh.

Namun, hal ini hanya berlaku jika mereka beriman, tidak cukup hanya karena hubungan darah.

Tafsir Ibnu Katsir.

Allah mempertemu kan keluarga beriman di surga walau tingkat amal berbeda, sebagai bentuk kenikmatan kolektif. Ini tidak mengurangi pahala orang tua sedikit pun.

Ditekankan juga prinsip "setiap orang terikat dengan amalnya", yang menunjukkan keadilan dan tanggung jawab individu di hadapan Allah.

Tafsir Kontemporer.

Tafsir Al-Mishbah (Quraish Shihab) menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan bahwa iman menjadi faktor utama pemersatu keluarga di akhirat.

Kata “alhaqna” mencerminkan kasih sayang dan keadilan Allah: anak keturunan yang beriman, meskipun amal mereka sedikit, tetap disatukan dengan orang tua mereka di surga.

Ini juga menjadi motivasi pendidikan iman dalam keluarga: bahwa orang tua perlu mewariskan keimanan, bukan hanya kekayaan atau kedudukan.

Tafsir Wahbah Zuhaili (Tafsir al-Munir) menegaskan

ayat ini menunjukkan keutamaan iman dan rahmat Allah yang meliputi keluarga mukmin.

Kesatuan keluarga di surga adalah bentuk dari kenikmatan ukhrawi, yang menjadi pelipur lara dari perpisahan dunia.

Ayat ini juga menjaga keseimbangan antara keadilan (setiap orang bertanggung jawab atas amalnya) dan rahmat Allah (mengumpulkan keluarga yang beriman).

Nilai dan Hikmah.

Pentingnya keimanan lintas generasi: Ayat ini menjadi pengingat bahwa yang menyelamatkan keluarga di akhirat bukan nasab, tapi iman.

Doa dan tarbiyah keluarga adalah bagian penting agar keluarga bisa berkumpul di akhirat.

Allah Maha Pengasih: menyatukan keluarga sebagai bentuk tambahan nikmat, namun tetap adil—tiap orang hanya memperoleh apa yang diusahakan.

Optimisme ukhrawi dalam dakwah keluarga. Ayat ini dijadikan dalil motivatif untuk membangun keluarga saleh.

KELUARGA SALEH DI TENGAH DIGITALISASI

Membentuk Keluarga Saleh di Tengah Tantangan Digitalisasi adalah tantangan yang tidak ringan. 

Di tengah pesatnya arus digitalisasi, tantangan membentuk keluarga saleh semakin kompleks. Perubahan teknologi informasi telah merambah ruang privat keluarga dari ruang tamu hingga kamar tidur, dari televisi pintar hingga ponsel cerdas di tangan anak-anak. Dunia digital membawa kemudahan, tetapi juga ancaman nilai dan akhlak.

Hakikat Keluarga Saleh. Keluarga saleh adalah keluarga yang menjadikan tauhid sebagai fondasi, syariat sebagai pedoman, dan akhlak sebagai pilar kehidupan. Sebagaimana doa dalam QS. Al-Furqan: 74: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (qurrata a'yun), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Menghadapi Tantangan Digitalisasi

1. Konten negatif dan destruktif yang mudah diakses: pornografi, kekerasan, ujaran kebencian.

2. Ketergantungan pada gawai yang merusak komunikasi dalam keluarga.

3. Disorientasi nilai, anak-anak lebih meniru influencer daripada orang tua.

4. Hilangnya waktu berkualitas (quality time) karena keluarga sibuk dengan layar masing-masing.

Strategi Membangun Keluarga Saleh Digital:

1. Menjadi teladan digital (digital role model). Orang tua mesti melek digital, menguasai etika penggunaan teknologi, dan menunjukkan kedisiplinan dalam bersosial media.

2. Membentuk budaya keluarga yang religius dan dialogis. Jadwalkan waktu untuk shalat berjamaah, tilawah Qur’an, tanya jawab agama, dan evaluasi harian sebagai “majlis keluarga”.

3. Menerapkan aturan dan literasi digital dalam rumah. Buat kesepakatan waktu penggunaan HP, konten yang boleh diakses, dan program-program edukatif yang disepakati bersama.

4. Menguatkan ikatan emosional dan spiritual keluarga. Perbanyak kegiatan fisik dan kebersamaan: masak bersama, berolahraga, silaturahim, ziarah, dan beribadah kolektif.

5. Mendidik dengan hikmah dan keteladanan

Sebagaimana Nabi SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Harapan dan Doa.

Digitalisasi adalah bagian dari zaman, bukan musuh yang harus dimusuhi, tetapi alat yang harus dikuasai. Dengan iman yang kokoh, komunikasi yang sehat, dan pendidikan yang bijak, keluarga tetap bisa tumbuh menjadi tempat persemaian insan-insan saleh.

Semoga kita mampu menjaga rumah tangga sebagai surga pertama di dunia, tempat tumbuhnya generasi Qur’ani yang cerdas secara spiritual, emosional, dan digital.

KESIMPULAN

Wafatnya Buya Drs. H. Moh. Letter Tuanku Bagindo bukan sekadar kehilangan seorang ulama, tapi gugurnya satu mata rantai penting dari silsilah keulamaan Minangkabau. Dalam suasana takziah, kita tidak hanya mendoakan almarhum, tetapi juga meneguhkan semangat menjaga izzah (kehormatan) ulama yang telah wafat, khususnya melalui keturunan dan pewarisnya—dzurriyat ulama.

Iman Lintas Generasi: Warisan Terpenting

Surat At-Thur ayat 21 menjadi pondasi spiritual yang sangat kuat dalam konteks ini. Allah menjanjikan pertemuan keluarga di akhirat bila ada kesamaan iman, walau amal berbeda. Ini adalah rahmat sekaligus pengingat: iman adalah warisan paling bernilai yang wajib ditanamkan kepada keturunan.

Tafsir klasik seperti al-Tabari,al-Qurthubi, dan Ibnu Katsir menekankan keadilan dan kasih sayang Allah: anak cucu yang beriman bisa disatukan dengan orang tuanya di surga meski amalnya berbeda. Tafsir kontemporer seperti al-Mishbah dan al-Munir memberi aksen bahwa warisan iman lebih penting dari warisan kedudukan atau materi.

Tanggung Jawab Dzurriyat Ulama

Keturunan ulama memiliki tugas moral, spiritual, dan sosial untuk menjaga marwah keluarga—menjaga warisan ilmu, akhlak, dan peran sosial keulamaan di tengah masyarakat. Menjadi dzurriyat ulama bukan hanya soal darah, tapi soal tanggung jawab peradaban. Warisan ulama itu “suluah nan ka indak padam”—pelita yang tidak boleh dibiarkan mati oleh keturunan dan umatnya.

Tantangan Baru: Dunia Digital. Kini, tugas pewarisan nilai dan keimanan semakin berat karena harus berhadapan dengan arus digitalisasi yang mengancam tatanan nilai keluarga. Gawai di tangan anak bisa menjadi gerbang ke fitnah dunia atau sebaliknya, bila diarahkan, bisa menjadi alat dakwah. Maka dari itu, membentuk keluarga saleh digital adalah ikhtiar strategis untuk menjaga dzurriyat tetap dalam orbit keimanan.

Jalan Kesalehan Keluarga dan Harapan Akhirat

Kita percaya bahwa keimanan adalah faktor utama penyatu keluarga, bukan hanya hubungan darah. Maka, pendidikan iman, akhlak, dan teladan digital harus diwariskan oleh dzurriyat ulama dan keluarga Muslim lainnya. Takziah bukan hanya momen duka, tapi juga momen tadzakkur dan tajdid niat untuk terus menjaga warisan ulama.

Semoga Allah mengangkat derajat almarhum Buya Letter bersama para salihin, dan menjadikan dzurriyat beliau dan kita semua sebagai keluarga yang beriman, bertanggung jawab, dan bersatu kembali di surga.Aamiin Ya Rabbal Alamin. DS.03072025

*Ceramah Takziah PKDP Sumatera Barat, Jum'at, 04 Juli 2025 atas Wafatnya Buya Drs. H. Moh. Letter Tuanku Bagindo.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.