Type Here to Get Search Results !

Semangkok Rasa Yang Kembali Menguatkan Oleh: Ririe Aiko

_(Puisi esai ini terinspirasi dari tingginya peningkatan kasus kesehatan mental di Indonesia, khususnya di kalangan remaja dan dewasa muda.)(1)_


---000---


Ada hari-hari

ketika dunia terasa membatu di kepala.

Bukan badai besar yang menghantam,

melainkan gerimis pelan

yang tak kunjung reda di dada.


Beban itu bukan satu.

Ia serpihan kecil,

seperti hujan di musim kemarau

yang tak kunjung reda,

menumpuk dalam diam,

membentuk rawa dalam jiwa

yang tak tahu harus bagaimana.


Di Bantul, satu malam pada awal Juni,

sebuah motor ditinggalkan di jembatan,

di sampingnya secarik kertas tertulis:

"Jika kau temukan ini,

hubungi SAR dan keluargaku.” (2)


Pikir orang, seorang pemuda telah melompat.

Menenggelamkan beban dalam derasnya arus.

Petugas menyisir sungai,

keluarga menangis dalam kecemasan,

sebab surat itu terdengar seperti pesan terakhir—

yang ditinggalkan sebelum seseorang memutuskan menyerah,

berhenti,

Lalu mati...


Namun pagi harinya,

di sebuah warung soto di bawah jembatan,

pemuda itu ditemukan.

Ia duduk.

Tenang.

Sendiri.

Menyuap perlahan,

seperti tak ada yang salah.


Ia diam sebentar.

Mengunyah rasa.

Menenangkan hati yang gemetar.


Beberapa kerabat merasa lega,

beberapa penyimak berita tertawa.


Mungkin—hanya mungkin—

ia tak ingin benar-benar hilang.

Ia hanya ingin jeda dari dunia

yang terlalu gaduh di dalam kepala.


Warung soto itu bukan tempat pelarian,

melainkan pelukan tanpa peluk.

Aroma kuah yang hangat,

uap yang naik perlahan,

seperti teman yang mengobati

dengan rasa,

menyembuhkan jiwa yang berantakan.


Sepiring soto.

Bukan jamuan istimewa.

Tapi cukup

untuk membuatnya memilih tetap hidup,

meski hanya untuk hari itu.


Kadang kita mengira,

betapa bodohnya seseorang yang memutuskan mati.

Padahal mungkin mereka tak ingin benar-benar mati.

Mereka hanya ingin dimengerti.

Mereka hanya ingin menjadi suara yang didengar—

meski suara kecil mereka

selalu teredam oleh bising panggung gemerlap

yang tak pernah ada untuk mereka.


Sepiring makanan,

yang sederhana,

bisa menyelamatkan nyawa.

Ia bukan hanya tentang perut,

tapi tentang tubuh yang lelah.


Dunia ini kadang tak memberi ruang

untuk sekadar menangis tanpa rasa malu.

Tapi di sudut warung,

dengan soto yang mengepul,

ada ruang itu.

Ada rasa itu.

Yang membisikkan dalam diam:

“Kamu hebat sudah bertahan sejauh ini, 

Kamu pantas untuk bahagia.”


Hidup tak selalu soal menjadi tangguh dan hebat,

melainkan soal kekuatan tetap bertahan,

duduk sebentar,

dan kembali menata hati,

Merenungi diri, 

Mensyukuri hal-hal kecil,

Yang masih bisa dinikmati.


Karena terkadang,

menikmati sepiring hidangan sederhana,

Bisa menjadi satu alasan untuk bertahan,

Saat hidup terasa berantakan. 


CATATAN:

(1)https://www.umm.ac.id/id/berita/kasus-mental-health-meningkat-dosen-umm-jelaskan-penyebab-dan-solusinya.html

(2)https://www.metrotvnews.com/read/kj2CEy1m-diduga-bunuh-diri-loncat-dari-jembatan-pria-ini-malah-ditemukan-di-warung-soto

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.