![]() |
“Pengetahuan tentang sesuatu, karena segala sesuatu mempunyai sebab, tidak akan diperoleh atau lengkap kecuali jika diketahui melalui sebab-sebabnya.” — Ibnu Sina(980-1037), Psikologi Islam(2022).
Pada awal abad-20, ketika perang dunia pertama sedang bergejolak, para politisi Eropa(Jerman) mendatangi Einstein.
Mereka minta nasehat pada Einstein ihwal bagaimana mencegah ancaman penggunaan bom atom di perang dunia pertama?
Dengan gaya esentrik, rambut jabrik putih dan kumis khas sembari menggesek-gesek biolanya, Einstein berseloroh: “Kalian salah alamat. Mestinya urusan ini kalian tanyakan pada Freud!”
Sejak itu, behaviorisme sebagai psikiatrik tumbuh dari psikoanalisis Freud dan berlanjut pada Watson dan Skinner(Science and Human Behavior,1965).
Tak pelak. Metode psikoanalisis Sigmund Freud, langsung menjadi salah satu teori psikologi mutakhir yang paling berpengaruh dalam sejarah. Menyusul Wilhelm Wundt pada 1879(Principles of physiological psychology, 1904).
Meski Islam sebagai agama tumbuh sejak abad keenam, pandangan tentang sains psikologi manusia ikut muncul dari Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina hingga Al-Ghazali.
Menilik psikoanalisis Freud terkait dengan pandangan Islam, sangat bertalian dengan konsep struktur alam bawah sadar(unconscious mind) sebagai bagian dari struktur psikologi manusia.
Alam bawah sadar — Islam mengintroduksi dengan istilah an-nafs(النفس), ruh(روح), hati(قلب) dan
akal(عقل) — sebagai sumber pikiran, perasaan, dan pengalaman yang tidak disadari oleh individu, tetapi mempengaruhi perilaku dan keputusan mereka.
Istilah lain, alam bawah sadar itu, dalam Islam dikenal dengan, antara lain: nazar(نذر); pikiran atau bisikan hati yang mungkin tidak disadari sepenuhnya oleh seseorang.
Hijäb(حجاب); penghalang atau tabir yang memisahkan antara kesadaran dan pikiran bawah sadar.
Al-Lawh Al-Mahfuz(قانون المحفوظ); “Lembaran yang Terjaga" berisi pengetahuan dan takdir ilahi, yang mungkin tidak sepenuhnya dapat diakses oleh manusia.
Namun, lebih terbatas, dalam Islam, konsep alam bawah sadar ini dapat dihubungkan dengan konsep "nafs" yang merujuk pada jiwa atau ego manusia.
Konsep nafs punya kaitan erat dengan kepribadian(anfusikum) yang memilki tiga struktur fungsi — mirip tiga struktur jiwa Freud(id-ego-superego) — meliputi: nafs ammarah(jiwa yang cenderung kepada kejahatan), nafs lawwamah(jiwa yang cenderung kepada kebaikan dan kejahatan), dan nafs mutmainnah (jiwa yang tenang dan damai).
Konsep nafs seperti ide “Ahwal an Nafs” Ibnu Sina yang terulas detil dan luas atau Al-Ghazali, bab hati(qalb) dalam Ihya Ulumuddin, dapat dikaitkan dengan konsep alam bawah sadar Freud.
Karena keduanya, ternyata membahas tentang aspek psikologi manusia yang tidak sepenuhnya disadari. Atau, psikologi muslim, Malik Badri(1932-2021) asal Sudan, menyebutnya “psikologi lubang buaya”(The Dilemma of Muslim Psychologists,1979).
Meski punya pandangan skeptis tentang agama — secara optimis beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa agama dapat memiliki peran positif dalam proses psikoanalisis — Freud dianggap sebagai filsuf-psikolog yang sangat menolak pentingnya pendekatan kepercayaan pada agama (Moses and Monotheism, 1939).
Masih menurut Islam, misal konsep "taubat"(pertobatan) dan "muhasabah"(introspeksi), sebagai metode terapis, dapat membantu individu untuk mengatasi konflik internal(neorosis-histeria) dan meningkatkan kesadaran diri.
Akan tetapi, kedua metode ini justru ditolak Freud. Ia lebih yakin bahwa neurosis dan histeria akan lebih afdol digunakan dengan metode psikoanalisis hipnotis maupun medikal psikiatri.
Dengan kata lain, antara psikoanalisis Freud dan Islam, semestinya bisa didekati melalui konsep alam bawah sadar dan nafs yang — baik Ibnu Sina dan Al-Ghazali — secara khusus diadopsi dari Quran:
Surat Al Fajr: 27-30: “ya ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'i ila rabbiki radhiyatan mardhiyah, fadhulii fi 'ibadi wadhuli jannati.”
Transliterasi: “wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridho dan diridhoi-Nya dan masuklah ke dalam surgaku.”
Kedua konsep yang membahas aspek psikologi Islam ini — sebagai kondisi alam bawah sadar — sejatinya mendorong individu meningkatkan kesadaran diri melalui introspeksi dan pertobatan(taubatan nashuha).
Dengan sedikit mendekatkan pemahaman relasi antara psikoanalisis Freud dan Islam, tentu dapat dikembangkan pendekatan yang lebih holistik dalam memahami psikologi manusia pada umumnya. Di antaranya, Islamic Psychology: The Basics(2023) dari G. Hussein Rassool(https://books.google.co.id/books/about/Contemporary_Islamic_Perspectives_in_Pub.html?id=QPjw0AEACAAJ&source=kp_author_description&redir_esc=y).