Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pemikiran Pendidikan Imam Maulana (1955-2022 Oleh: Duski Samad

Pemikiran pendidikan pada dasarnya menyasar semua bidang ilmu pengetahuan, tak terkecuali dalam ilmu tasawuf dan tarekat. 

Bagaimana belajar, mengajar, etika belajar, pembelajaran, materi ajar dan aspek lain dari pendidikan ditemukan dalam manuskrip karya imam Maulana.

Materi pendidikan pada Tarekat Syattariyah dalam manuskrip Khatib Munaf Imam Maulana mencerminkan unsur tasawuf sunni yang bersumber dari ajaran Syekh Burhanuddin Ulakan dan berkembang dalam tradisi Minangkabau yang sumber sanadnya dari Syekh Abdur Rauf al Sinkili.

Kajian terhadap naskah yang berkaitan dengan tradisi keilmuan Syattariyah di Minangkabau:

1. Tauhid dan Ma'rifatullah

Pendidikan dimulai dengan penguatan tauhid berdasarkan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama‘ah (khususnya al-Asy‘ariyah).

Konsep ma‘rifatullah diajarkan secara bertahap, melalui proses tazkiyatun nafs, riyadah, dan suluk.

Naskah memuat penjelasan tentang tahalli, takhalli, dan tajalli sebagai proses mencapai makrifat.

2. Akhlak dan Adab.

Penekanan besar pada adab terhadap guru (syaikh mursyid), orang tua, dan sesama murid.

Konsep adab al-murid sangat penting dan menjadi bagian utama dari pembinaan spiritual dan berkaitan dengan karakter pendidikan.

Akhlak sebagai jalan untuk membuka hati menerima ilmu ladunni.

3. Ilmu Syari‘at, Tarekat, Hakikat, dan Ma‘rifat. Pendidikan Syattariyah mencakup keempat dimensi ini secara berjenjang:

Syariat: Fiqih dasar, ibadah lahir.

Tarekat: Zikir khusus, wirid, dan latihan rohani.

Hakikat: Penyingkapan makna batin ibadah dan zikir.

Ma‘rifat: Penyatuan kehendak hamba dengan kehendak Allah (fana, baqa).

Manuskrip menjelaskan hubungan antar empat martabat tersebut sebagai jalan keselamatan ruhani.

4. Zikir dan Amalan Suluk. Penjelasan teknis tentang zikir sirr dan jahr, nama-nama Allah yang digunakan, serta syarat-syarat spiritual.

Ada pembahasan tentang maqamat dan ahwal: taubat, wara‘, zuhud, sabar, syukur, ridha, dll.

5. Struktur dan Metode Pendidikan.

Pembelajaran dilakukan dalam bentuk halaqah dan talqin.

Guru (syekh) memiliki otoritas penuh dalam menilai kesiapan murid naik tingkat spiritual.

6. Pengaruh Lokal

Penggunaan bahasa dan perumpamaan khas Minangkabau.

Sinergi antara nilai adat dan nilai syara’ dalam pendidikan tarekat (adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah).

Pendidikan karakter berbasis spiritualitas

Reintegrasi nilai-nilai lokal dan agama.

Pengembangan model pendidikan alternatif berbasis tradisi.

PEMIKIRAN PENDIDIKAN 

Tarekat Syathariyah merupakan tarekat sufi yang menekankan pendekatan spiritual murni (tahqiq al-ma’rifah) dengan sistem pendidikan ruhani yang khas. Di Minangkabau, ajaran ini berkembang pesat melalui tokoh sentral seperti Syekh Burhanuddin Ulakan. Pemikiran pendidikan dalam Tarekat Syathariyah mencerminkan integrasi antara ilmu, amal, dan adab dengan tujuan mencapai insan kamil.

2. Konsep Dasar Pendidikan dalam Tarekat Syathariyah.

a. Tujuan Pendidikan

Mencapai ma'rifatullah (pengenalan kepada Allah) melalui proses penyucian jiwa.

Membentuk pribadi yang fana fi Allah, yakni melebur dalam kehendak Ilahi.

Menjadi insan yang berakhlak mulia dan sadar akan posisi dirinya sebagai hamba dan khalifah.

b. Subjek dan Objek Pendidikan.

Guru (Mursyid): Pusat transmisi ilmu dan transformasi spiritual.

Murid (Salik): Objek pendidikan yang melalui proses suluk dan mujahadah.

Pendidikan bersifat dialogis, berorientasi pengalaman (experiential), dan sangat personal.

c. Materi Pendidikan

Tauhid: Pengenalan terhadap Allah melalui ilmu kalam dan penyaksian spiritual.

Syariat: Pengamalan ibadah lahiriah sesuai hukum Islam.

Tarekat: Amalan wirid, zikir, khalwat, dan suluk.

Hakikat dan Ma’rifat: Tingkatan pemahaman batiniah atas kebenaran.

Adab: Akhlak dan tata krama dalam semua aspek kehidupan.

3.Metodologi Pendidikan

a. Riyadah

Pendidikan berlangsung melalui penyucian diri dan riyadah (latihan spiritual).

Suluk dilakukan dalam jangka waktu tertentu (biasanya 40 hari), dengan pengawasan guru.

b. Talqin dan Isnad

Talqin (transfer zikir) sebagai metode awal pembelajaran ruhani.

Sistem isnad (sanad keilmuan dan spiritual) sangat dijaga, menghubungkan murid dengan Rasulullah melalui silsilah mursyid.

c. Model Halaqah dan Pengajaran Kitab. Kajian kitab tasawuf (seperti Siraj al-Talibin, Tanwir al-Qulub) dilakukan secara halaqah.

Pendidikan berlangsung di surau atau zawiyah, yang berfungsi sebagai pusat pendidikan, ibadah, dan kehidupan sosial.

4. Nilai-Nilai Pendidikan

Tauhidik: Segala aktivitas pendidikan diarahkan kepada pengesaan Allah.

Etis-Spiritual: Pembentukan akhlak luhur sebagai bagian tak terpisahkan dari ilmu.

Holistik: Menggabungkan aspek lahir dan batin, teori dan praktik.

Transformasional: Mendorong perubahan diri menuju kesempurnaan spiritual (insan kamil).

Kultural: Adaptif terhadap budaya lokal (contoh: integrasi dengan adat basandi syarak di Minangkabau).

5. Relevansi Kontemporer

Pemikiran pendidikan Syathariyah menawarkan solusi atas krisis pendidikan modern yang cenderung materialistik, dengan pendekatan yang menekankan:

Penguatan nilai-nilai spiritual dan etika dalam pendidikan formal.

Model pembelajaran berbasis keteladanan (experiential learning).

Peran penting guru sebagai murabbi (pendidik ruhani), bukan sekadar pengajar.

Konklusi

Naskah tersebut tidak hanya mengandung ajaran tasawuf spekulatif, tetapi juga menyajikan sistem pendidikan yang utuh—meliputi tujuan, metode, materi, dan nilai-nilai pendidikan spiritual—yang bertumpu pada transformasi pribadi menuju insan kamil.

Pendidikan dimaknai sebagai proses menyeluruh (holistik) yang mencakup dimensi syariat, tarekat, hakikat, dan ma‘rifat, dengan pendekatan praksis melalui suluk, zikir, riyadah, dan pembinaan adab. Hubungan guru-murid dibangun secara transendental melalui talqin dan isnad, dengan pendidikan berpusat di surau atau zawiyah sebagai ekosistem pendidikan sufistik.

Pemikiran Imam Maulana merepresentasikan kekayaan epistemologi Islam tradisional yang menekankan integrasi antara ilmu, amal, dan akhlak. Hal ini mencerminkan bahwa pendidikan tidak semata transmisi ilmu, tetapi juga transformasi batiniah yang melibatkan proses tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) dan pembentukan adab.

Pemikiran pendidikan ini menunjukkan relevansi tinggi bagi pengembangan pendidikan karakter dan spiritualitas di era modern. Ketika sistem pendidikan modern menghadapi tantangan dekadensi moral dan krisis makna, warisan pendidikan tarekat seperti yang digariskan Imam Maulana menawarkan alternatif pendidikan yang bersumber dari ruh agama dan kearifan lokal, yakni adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

Pemikiran pendidikan Imam Maulana bukan hanya bagian dari sejarah intelektual Islam Nusantara, tetapi juga sumber inspirasi untuk pengembangan pendidikan masa depan yang berakar pada nilai, spiritualitas, dan transformasi kemanusiaan. DS. 07052025.

*Promotor Disertasi Promovendus Sudirman, Rabu, 07 Mei 2025

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies