![]() |
Insya Allah tanggal 22-24 April 2025 ini di Pondok Pesantren Nurul Azhar kota Pekanbaru akan berlangsung helat internasional Seminar, Muzakarah Nasional dan Pengukuhan Pengurus Lembaga Penyelenggaraan Pendidikan Nasional (LP3N) yang dipimpin oleh ulama istiqamah abad ini Ustad Abdul Somad di singkat populer dengan UAS.
PERTI—Persatuan Tarbiyah Islamiyah—adalah cermin pendidikan Islam yang berpijak kuat pada nilai-nilai tradisi, sekaligus responsif terhadap tantangan zaman. Dalam lintasan sejarahnya, PERTI telah menunjukkan komitmen istiqamah dalam menjaga ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dan mazhab Syafi’i, membina madrasah, pesantren, serta mencetak ulama dan cendekiawan yang membumi sekaligus mencerahkan.
Namun, dinamika global, perkembangan teknologi, dan transformasi sosial menuntut PERTI untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga adaptif. Di sinilah PERTI diuji: bagaimana mempertahankan jati diri sembari menjawab tantangan pendidikan era digital, meretas model pembelajaran yang kreatif, dan menghadirkan dakwah serta pendidikan yang kontekstual.
Dalam konteks ini, tema “Pendidikan PERTI yang Istiqamah dan Adaptif” menjadi sangat relevan. Istiqamah berarti konsisten menjaga ruh dan nilai-nilai pendirian, sementara adaptif berarti terbuka pada inovasi dan perubahan yang konstruktif. Keduanya bukan dikotomi, tapi dua sayap untuk terbang tinggi.
Melalui seminar internasional ini, diharapkan lahir gagasan segar, peta jalan pembaruan, dan jejaring kolaborasi lintas bangsa untuk memperkuat posisi PERTI sebagai pusat pendidikan Islam yang gemilang dalam sejarah, dan terbilang dalam percaturan global.
PERTI bukan masa lalu yang dikenang, melainkan masa depan yang terus diperjuangkan. Dengan istiqamah dan adaptif, PERTI akan tetap menjadi suluh dalam kegelapan dan lentera peradaban bagi umat dan dunia.
PERTI: Istiqamah dalam Tradisi, Adaptif dalam Transformasi
“Barang siapa yang tidak menengok ke belakang, ia akan kehilangan arah ke depan.” Ungkapan bijak ini tepat menggambarkan posisi PERTI hari ini. Sebuah organisasi pendidikan dan dakwah yang lahir dari rahim umat, besar karena ketekunan ulama, dan dikenal karena warisan ilmu serta adab.
PERTI adalah rumah besar pendidikan Islam yang gemilang dalam sejarah: mendirikan ribuan madrasah, mencetak tokoh-tokoh bangsa, dan mengawal aqidah umat dalam gelombang zaman. Nama Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Syekh Jamil Jaho, dan para ulama Minangkabau lainnya tak sekadar monumen sejarah, tetapi pelita yang menerangi jalan hari ini.
Kini, dalam era disrupsi digital dan krisis multidimensi, PERTI ditantang untuk tetap terbilang—menjadi solusi dan pelopor. Di sinilah nilai istiqamah dan adaptif menjadi kunci. Istiqamah berarti menjaga manhaj, ruhul jihad, dan nilai-nilai tradisi Islam yang moderat. Adaptif berarti kreatif dalam metode, terbuka terhadap teknologi, dan proaktif merespons tantangan global.
Tema Seminar Internasional "Pendidikan PERTI yang Istiqamah dan Adaptif" adalah momentum reflektif sekaligus strategis. Bukan hanya mengenang masa lalu, tapi merancang masa depan. Pendidikan PERTI harus menguatkan tiga hal: karakter keulamaan, kapasitas keilmuan, dan kecakapan zaman. PERTI harus melahirkan santri digital, guru transformatif, dan ulama pembaharu.
Pesan Syekh Sulaiman ar-Rasuli, “Hiduplah bersama umat, berpikirlah untuk umat, dan berjuanglah demi umat.” Inilah semangat yang harus diwarisi dan diterjemahkan dalam desain pendidikan, kurikulum, dan gerakan dakwah kita hari ini.
PERTI adalah cahaya yang tak boleh padam. Dengan istiqamah dalam tradisi dan adaptif dalam transformasi, kita yakini PERTI akan tetap gemilang di pentas sejarah dan terbilang dalam kancah global.
Kalau mau dibuat versi pendek untuk Instagram post atau siaran pers, tinggal bilang, bro.
Revitalisasi Pendidikan PERTI
PERTI, sebagai gerakan pendidikan Islam warisan ulama Minangkabau, adalah institusi yang telah gemilang dalam mengukir sejarah dan terbilang dalam membangun peradaban. Di balik nama besar PERTI, tersimpan semangat tajdid yang menyatukan antara ilmu, adab, dan pengabdian umat.
Namun hari ini, tantangan pendidikan tidak lagi bersifat linier. Dunia berubah cepat, teknologi menggeser banyak tatanan, dan generasi baru hidup dalam dunia serba digital. Di sinilah relevansi revitalisasi pendidikan PERTI menjadi penting. Kita tidak bisa hanya menjaga warisan; kita harus memperbaruinya agar tetap hidup dan berdaya guna.
Muzakarah Pendidikan PERTI mengusung tema yang sangat strategis: "Revitalisasi Pendidikan PERTI yang Istiqamah dan Adaptif." Tema ini menegaskan bahwa istiqamah tidak berarti stagnan, dan adaptif tidak berarti kehilangan jati diri. Revitalisasi adalah upaya menyegarkan kembali semangat dan sistem pendidikan PERTI agar tetap relevan dalam mendidik umat dan menjawab tantangan zaman.
Istiqamah berarti memegang teguh manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, menjaga sanad keilmuan, serta menanamkan nilai-nilai akhlak dan spiritualitas dalam proses pendidikan. Sementara adaptif berarti mampu mengintegrasikan teknologi, mengembangkan kurikulum kontekstual, dan melahirkan lulusan yang tidak hanya shaleh secara personal, tapi juga produktif secara sosial.
PERTI harus membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan: dari madrasah hingga perguruan tinggi, dari halaqah hingga laboratorium digital. Revitalisasi ini bukan hanya soal fisik dan fasilitas, tetapi pembaruan visi, tata kelola, dan kemitraan strategis.
Dengan semangat muzakarah, mari jadikan PERTI bukan hanya sebagai kenangan yang dibanggakan, tetapi harapan yang diperjuangkan. PERTI akan tetap gemilang dan terbilang jika kita berani melangkah dengan istiqamah dan adaptif—dua sayap untuk terbang tinggi menuju masa depan pendidikan Islam yang unggul dan membebaskan.
ANALISIS ILMIAH
Konteks Keilmuan.
Tulisan ini dibangun di atas kerangka konseptual yang kuat dan aktual. “Istiqamah dalam tradisi, adaptif dalam transformasi” bukan sekadar jargon, melainkan pendekatan metodologis dalam pendidikan Islam modern. Konsep ini selaras dengan teori transformative education (Mezirow, 1991), yang menekankan pentingnya identitas dan nilai, namun terbuka pada inovasi.
Istiqamah dalam konteks ini dapat dipahami sebagai upaya menjaga continuity of tradition—sebuah prinsip dalam pendidikan Islam yang mempertahankan sanad, nilai, dan akhlak keilmuan.
Adaptif mencerminkan prinsip contextual responsiveness dalam teori pendidikan kritis (Freire, 1970) dan digital pedagogy, di mana institusi pendidikan harus responsif terhadap perubahan sosial dan teknologi.
Pendekatan Historis dan Reflektif
Penulis menunjukkan kesadaran historis yang tinggi terhadap warisan PERTI, menyebut tokoh-tokoh seperti Syekh Sulaiman ar-Rasuli dan Syekh Jamil Jaho sebagai simbol kekuatan intelektual dan moral. Ini menguatkan tesis bahwa revitalisasi pendidikan PERTI tidak dimulai dari nol, tetapi dari pondasi yang telah terbangun kokoh.
Pendekatan ini sesuai dengan teori rekonstruksi sosial dalam pendidikan (Counts, 1932), yang menekankan perlunya pendidikan sebagai kelanjutan dari perjuangan sosial dan sejarah.
Referensi kepada ulama masa lalu menjadi bentuk “genealogical legitimacy” dalam epistemologi Islam, penting untuk membangun narasi otoritatif.
Gagasan Revitalisasi sebagai Transformasi Sistemik
Revitalisasi yang ditawarkan tidak bersifat kosmetik atau simbolik, tapi menyentuh aspek sistemik: visi, kurikulum, tata kelola, ekosistem digital, hingga kolaborasi global. Ini menunjukkan pendekatan holistik terhadap reformasi pendidikan.
Konsep ini paralel dengan pendekatan systemic change theory (Fullan, 1993), di mana transformasi pendidikan menuntut perubahan menyeluruh pada level struktur dan kultur institusi.
Pemikiran ini juga mencerminkan maqashid al-tarbiyah, di mana tujuan pendidikan Islam tidak hanya menghasilkan individu shaleh, tetapi juga kontributif dalam masyarakat.
Narasi Simbolik dan Retoris sebagai Alat Edukasi.
Penggunaan diksi seperti “suluh dalam kegelapan”, “lentera peradaban”, “santri digital”, dan “ulama pembaharu” tidak hanya memperindah tulisan, tapi juga membangun imajinasi kolektif tentang masa depan pendidikan Islam ala PERTI.
Ini sejalan dengan teori discourse in educational leadership (Fairclough, 1995), di mana bahasa memegang peran penting dalam membentuk arah kebijakan dan semangat kolektif.
Keterpaduan Nilai, Spirit, dan Strategi.
Tulisan ini bukan hanya analisis deskriptif, tetapi juga menyusun agenda strategis berbasis nilai. Nilai-nilai Islam (istiqamah), semangat kebangsaan (nasionalisme religius), dan visi global (adaptif terhadap dunia) dijalin menjadi narasi strategis yang komprehensif.
Ini dapat dianalisis menggunakan pendekatan Islamic education renewal yang menyeimbang kan antara naql (wahyu) dan ‘aql (rasio), serta thabit (tetap) dan mutaghayyir (berubah).
Berikut kesimpulan dari keseluruhan gagasan Duski Samad dalam seminar internasional bertajuk “Pendidikan PERTI yang Istiqamah dalam Tradisi, Adaptif dalam Transformasi”:
Kesimpulan:
Seminar Internasional Pendidikan PERTI ini menegaskan bahwa PERTI bukan hanya institusi pendidikan warisan ulama, tapi juga entitas dinamis yang siap menyongsong masa depan dengan dua kekuatan utama: istiqamah dan adaptif.
Istiqamah dalam tradisi berarti menjaga manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, sanad keilmuan, dan nilai-nilai moral serta spiritualitas Islam yang diwariskan para ulama Minangkabau seperti Syekh Sulaiman ar-Rasuli dan Syekh Jamil Jaho. Sementara adaptif bermakna kemampuan untuk merespons perubahan zaman secara kreatif dan solutif: melalui integrasi teknologi, pengembangan kurikulum kontekstual, dan pelatihan SDM yang siap menghadapi era digital.
Revitalisasi pendidikan PERTI menuntut transformasi sistemik, bukan simbolik: memperkuat visi, mereformasi tata kelola, membangun ekosistem pendidikan dari madrasah hingga kampus, serta menjalin kolaborasi global. Ini adalah jihad intelektual dan sosial yang menjadikan PERTI tetap gemilang dalam sejarah dan terbilang di kancah global.
PERTI di masa depan harus mampu melahirkan santri digital, guru transformatif, dan ulama pembaharu—yang shaleh secara personal, produktif secara sosial, dan visioner secara keumatan. Dengan pendekatan ilmiah yang memadukan nilai, spirit, dan strategi, seminar ini menjadi tonggak untuk menjadikan PERTI sebagai cahaya peradaban Islam yang terus menyala.
PERTI bukan masa lalu yang dikenang, tapi masa depan yang diperjuangkan. DS. 18042025.
*Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)