![]() |
Kitab Qawā‘id al-‘Aqā’id adalah salah satu bagian penting dalam karya besar Imam Al-Ghazali, Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn. Secara harfiah, Qawā‘id al-‘Aqā’id berarti "Prinsip-Prinsip Akidah", yang berisi fondasi dasar keyakinan Islam menurut pemahaman Al-Ghazali dalam kerangka Ahlus Sunnah wal Jama‘ah, khususnya mazhab Asy‘ariyah.
Makna dan Isi Pokok Qawā‘id al-‘Aqā’id menguraikan prinsip akidah dalam empat bagian utama Rukun-rukun Akidah (Keimanan kepada Allah dan Sifat-sifat-Nya) yang meliputi:
1. Allah adalah Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan (QS. Al Ikhlas). Sifat-sifat Allah seperti qudrah (kekuasaan), iradah (kehendak), ‘ilm (pengetahuan), hayat (kehidupan), sam‘ (pendengaran), bashar (penglihatan), dan kalam (firman) dijelaskan secara rinci. Allah tidak menyerupai makhluk-Nya (laysa ka mithlihi shay’un – QS. Asy-Syura: 11).
2. Kenabian (Al-Nubuwwah).
Nabi Muhammad ﷺ adalah rasul terakhir yang wajib diikuti. Para nabi diberikan mukjizat sebagai bukti kebenaran risalah mereka. Syariat yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ adalah yang paling sempurna dan berlaku hingga akhir zaman.
3. Keimanan terhadap Akhirat.
Keyakinan akan adanya hari kiamat, hisab (perhitungan amal), mizan (timbangan amal), surga, dan neraka. Siksa kubur dan nikmat kubur sebagai bagian dari perjalanan menuju akhirat.
4. Qadha dan Qadar (Takdir Allah dan Kehendak Manusia). Segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, tetapi manusia tetap memiliki usaha (kasb). Penolakan terhadap paham Jabariyah (determinisme total) dan Mu‘tazilah (paham kehendak bebas yang mutlak).
Ciri Khas Qawā‘id al-‘Aqā’id dalam Pemikiran Al-Ghazali
1. Pendekatan Moderat:
Al-Ghazali menyeimbangkan antara akal dan wahyu dalam memahami akidah.
2. Menolak Ta’wil Berlebihan:
Dalam menjelaskan sifat Allah, ia cenderung mengambil pendekatan tanzih (menyucikan Allah dari keserupaan dengan makhluk) tanpa terlalu masuk ke dalam spekulasi filsafat.
3. Akidah yang Mendasari Ihsan:
Akidah bukan hanya sekadar pengetahuan, tetapi harus diamalkan dan membawa kepada penyucian hati (tazkiyatun nafs).
Qawā‘id al-‘Aqā’id menurut Imam Al-Ghazali adalah fondasi utama dalam memahami tauhid dan keyakinan Islam secara benar. Bagian ini tidak hanya membahas aspek teoretis akidah, tetapi juga mengaitkannya dengan kehidupan spiritual dan akhlak, sesuai dengan konsep ihsan dalam Islam.
AL IQTSHAD FIL AQIDAH
Dalam menjelaskan lebih rinci qawaid al aqaid Imam Al-Ghazali menulis Al-Iqtisad fi al-I‘tiqad. Tulisan ini dimaksudkannya sebagai respons terhadap perdebatan teologis yang berkembang pada masanya. Pada periode itu, umat Islam terpecah dalam berbagai aliran teologi, seperti:
Mu‘tazilah – Mengedepankan rasionalitas ekstrem, menolak sebagian sifat Allah, dan menafsirkan wahyu dengan pendekatan logika murni.
Jabariyah – Menganggap manusia tidak memiliki kehendak bebas, semua perbuatan sepenuhnya ditentukan oleh Allah.
Asy‘ariyah dan Maturidiyah – Pendekatan moderat dalam memahami sifat Allah dan hubungan antara takdir serta kehendak manusia.
Hanabilah Tekstualis (Ekstrem Teksualis) – Memahami ayat-ayat sifat Allah secara literal tanpa memberikan ruang bagi tafsir yang lebih luas.
Al-Ghazali menawarkan pendekatan yang seimbang antara akal dan wahyu, menghindari ekstremisme dari kedua sisi. Esensi Jalan Tengah dalam Akidah Menurut Al-Ghazali dalam Al-Iqtisad fi al-I‘tiqad, Al-Ghazali mengajarkan prinsip "jalan tengah" (moderasi dalam akidah) dengan beberapa konsep utama:
1. Keseimbangan antara Akal dan Wahyu.
Akal diperlukan untuk memahami dasar-dasar iman, tetapi tidak boleh melebihi batas dengan mengabaikan wahyu. Wahyu adalah sumber utama kebenaran, tetapi akal dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan wahyu tanpa menyimpangkannya.
2.Konsep Tauhid yang Seimbang.
Menolak tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk) seperti dalam pemahaman literal ekstrem. Menolak ta‘til (meniadakan sifat-sifat Allah) seperti yang dilakukan oleh Mu‘tazilah. Pendekatan tanzih (menyucikan Allah) dengan tetap mengakui sifat-sifat-Nya tanpa menyerupakannya dengan makhluk.
3. Qadha dan Qadar:
Sinergi antara Kehendak Allah dan Usaha Manusia. Allah telah menentukan segala sesuatu, tetapi manusia memiliki usaha (kasb) dalam memilih perbuatannya. Berbeda dari Jabariyah yang mengatakan manusia tidak memiliki kehendak, dan Mu‘tazilah yang mengatakan manusia menciptakan perbuatannya sendiri.
4. Kenabian sebagai Sumber Kebenaran
Al-Ghazali menegaskan bahwa manusia tidak bisa hanya mengandalkan akal, tetapi membutuhkan wahyu yang disampaikan oleh para nabi. Nabi Muhammad ﷺ adalah sumber utama syariat yang harus diikuti.
5. Keyakinan terhadap Akhirat.
Akidah Islam bukan hanya soal memahami Tuhan, tetapi juga percaya kepada kehidupan setelah mati, hari kiamat, dan pembalasan amal.
Al-Iqtisad fi al-I‘tiqad ditulis untuk menawarkan jalan tengah dalam memahami akidah, yang tidak terlalu rasionalis seperti Mu‘tazilah dan tidak terlalu tekstualis seperti sebagian Hanabilah. Konsep moderasi dalam akidah ini menekankan bahwa iman harus berpijak pada wahyu, didukung oleh akal, dan dipraktikkan dengan penuh keseimbangan.
Kitab ini ditulis sebagai panduan bagi umat Islam dalam memahami tauhid dan prinsip-prinsip keimanan tanpa terjerumus ke dalam ekstremisme teologis, baik yang terlalu rasionalis (seperti Mu‘tazilah) maupun yang terlalu tekstualis (seperti sebagian Hanabilah pada masa itu).
Isi Pokok Kitab
• Konsep Tauhid dan Sifat-sifat Allah
• Allah memiliki sifat-sifat yang sempurna dan tidak menyerupai makhluk-Nya.
• Penjelasan tentang sifat-sifat Allah seperti ilmu, qudrah (kekuasaan), iradah (kehendak), dan kalam (firman).
• Penolakan terhadap pemahaman yang terlalu ekstrem dalam menolak atau menafsirkan sifat-sifat Allah.
• Kenabian (Al-Nubuwwah)
• Keabsahan kenabian sebagai sarana Allah menyampaikan wahyu-Nya.
• Nabi Muhammad ﷺ sebagai Rasul terakhir yang wajib diikuti.
• Mukjizat sebagai bukti kebenaran para nabi.
• Takdir dan Kehendak Bebas (Qadha’ dan Qadar)
• Allah telah menentukan segala sesuatu, tetapi manusia tetap memiliki kehendak dalam perbuatannya (Kasb).
• Menolak determinisme absolut dan menegaskan keseimbangan antara takdir dan usaha manusia.
• Hari Akhir dan Kehidupan Setelah Mati
• Pembahasan tentang hari kiamat, hisab, mizan (timbangan amal), surga, dan neraka.
• Menekankan pentingnya keimanan terhadap kehidupan setelah mati sebagai bagian dari akidah Islam.
Keistimewaan Kitab Ini:
• Pendekatan Moderat: Al-Ghazali berusaha menyeimbangkan pemikiran akidah yang terlalu spekulatif dengan pendekatan yang lebih praktis dan berbasis wahyu.
• Sistematis dan Logis: Menggunakan pendekatan rasional untuk menjelaskan keimanan tanpa mengabaikan teks-teks wahyu.
• Relevan untuk Berbagai Golongan: Dapat diterima oleh kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, khususnya dalam tradisi Asy‘ariyah.
Kitab Al-Iqtiṣād fī al-I‘tiqād sering dijadikan rujukan dalam ilmu kalam, terutama bagi mereka yang ingin memahami akidah Islam secara lebih mendalam tanpa terjebak dalam ekstremisme teologis.
Kesimpulan:
Qawā‘id al-‘Aqā’id dan Al-Iqtisad fi al-I‘tiqad adalah dua karya penting Imam Al-Ghazali yang membahas prinsip-prinsip akidah Islam dalam kerangka Ahlus Sunnah wal Jama‘ah, khususnya mazhab Asy‘ariyah.
1. Qawā‘id al-‘Aqā’id menekankan empat prinsip utama dalam akidah: Tauhid: Allah Maha Esa, memiliki sifat-sifat sempurna, dan tidak menyerupai makhluk. Kenabian: Nabi Muhammad ﷺ sebagai rasul terakhir dan syariatnya berlaku hingga akhir zaman. Akhirat: Keyakinan terhadap hari kiamat, hisab, surga, dan neraka. Qadha dan Qadar: Segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, tetapi manusia tetap memiliki usaha.
2. Al-Iqtisad fi al-I‘tiqad hadir sebagai respons terhadap perdebatan teologi pada masanya, menawarkan pendekatan moderat antara akal dan wahyu. Al-Ghazali menolak ekstremisme rasional (Mu‘tazilah) dan ekstremisme tekstual (sebagian Hanabilah).
3. Pendekatan Moderat Al-Ghazali dalam memahami akidah: Menyeimbangkan akal dan wahyu: Akal digunakan untuk memahami wahyu, tetapi tidak menggantikannya. Konsep tauhid yang seimbang: Menolak tasybih (penyerupaan Allah dengan makhluk) dan ta‘til (meniadakan sifat-sifat Allah). Qadha dan Qadar: Sinergi antara kehendak Allah dan usaha manusia. Kenabian sebagai sumber kebenaran: Wahyu sebagai panduan utama, dengan nabi sebagai penyampainya. Keimanan terhadap akhirat: Akidah tidak hanya tentang mengenal Allah, tetapi juga percaya pada kehidupan setelah mati.
4. Keistimewaan pemikiran Al-Ghazali: Pendekatan moderat, menghindari ekstremisme teologi. Sistematis dan logis, menggabungkan argumentasi rasional dengan wahyu. Relevan untuk berbagai golongan, terutama dalam tradisi Asy‘ariyah.
Kesimpulannya, karya-karya ini menjadi panduan utama dalam memahami tauhid dan prinsip keimanan secara seimbang, menghindari pemikiran ekstrem, dan menekankan integrasi akidah dengan kehidupan spiritual serta akhlak.ds. 04022025. (Kajian Subuh Masjid Darul Muttaqin, Selasa, 04 Februari 2025. Kitab Ihya ulumuddin juz 1 h. 117 sd 120.)
*Pengasuh Kajian Rutin Darul Muttaqin