Pesan moral adalah nilai atau pelajaran yang bisa dipetik dari suatu cerita, pengalaman, atau peristiwa, yang mengarahkan untuk berbuat baik, bersikap bijak, dan menjalani hidup dengan lebih bermakna.
Pesan moral sering mengajarkan tentang tanggung jawab, kejujuran, kebaikan hati, kerja keras, atau pentingnya menjaga hubungan dengan sesama. Pesan moral dari peristiwa Isra Mikraj mengandung banyak pelajaran penting, baik secara spiritual maupun moral, yang relevan untuk kehidupan sehari-hari.
Beberapa pesan moral utama dari Isra Mikraj adalah memastikan akan pentingnya Shalat. Isra Mikraj menekankan kewajiban salat lima waktu sebagai bentuk komunikasi langsung dengan Allah SWT. Salat mengajarkan kedisiplinan, keikhlasan, dan kepatuhan kepada perintah Allah.
Keimanan dan Kepercayaan, Isra Mikraj menguji keimanan umat Islam, karena peristiwa ini melampaui logika manusia. Kita diajarkan untuk percaya kepada hal-hal yang telah ditetapkan oleh Allah, meskipun tidak selalu bisa dipahami secara logis. Kehidupan Setelah Mati. Nabi Muhammad SAW diperlihatkan berbagai gambaran tentang surga dan neraka. Hal ini mengingatkan bahwa perbuatan baik dan buruk memiliki konsekuensi di akhirat, sehingga manusia harus selalu berusaha menjalani hidup dengan benar.
Kesabaran dalam Ujian. Isra Mikraj terjadi saat Nabi Muhammad SAW menghadapi masa sulit, termasuk penolakan dari kaumnya. Hal ini mengajarkan bahwa ujian dan kesulitan adalah bagian dari perjalanan hidup, dan dengan sabar serta tawakal kepada Allah, semua akan teratasi.
Pentingnya Persatuan Umat. Dalam Isra Mikraj, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan nabi-nabi terdahulu dan memimpin mereka dalam salat. Hal ini melambangkan pentingnya persatuan, kebersamaan, dan keberlanjutan ajaran Allah. Kebesaran Allah SWT. Isra Mikraj mengingatkan manusia akan kebesaran Allah dan betapa kecilnya manusia dibandingkan dengan kekuasaan-Nya. Hal ini mengajarkan kita untuk selalu rendah hati dan berserah diri kepada-Nya. Peristiwa Isra Mikraj bukan hanya tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga sebuah pelajaran untuk memperkuat keimanan, meningkatkan ibadah, dan menjalani hidup dengan lebih baik.
Esensi paling utama dari pesan moral Israk Mikraj adalah mengingatkan bahwa kehidupan di dunia ini sangat terbatas sekali, ada alam di luar jagad raya, dan ada pula alam gaib yang semuanya mestinya menyadarkan bahwa ada sang pemilik hidup, Allah subhanahuwata'ala yang aturan dan hukumnya adalah mutlak dan mengikat. Kezaliman, keangkuhan dan kesewenangan siapapun kelak akan tersungkur dalam kemahakuasaan dan kehendak-Nya yang tak dapat dihadang siapapun jua.
ISRAK MISRAJ DALAM AL QURAN DAN HADIST
Apapun perdebatan tentang boleh atau tidaknya memperingati Israk Mikraj, namun yang pasti peristiwa israk mikraj itu pasti dan tak boleh diragukan adanya. Ada nash yang tegas dan jelas (qathi') terhadap Israk mikraj, maka sikap terbaik umat Islam adalah menerima dan meyakininya.
Peristiwa Mikraj dalam Al-Qur'an merujuk pada perjalanan luar biasa Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al-Haram di Mekah ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, kemudian naik ke langit hingga Sidratul Muntaha untuk menerima perintah salat. Kisah ini tercantum dalam Al-Qur'an, khususnya pada dua ayat utama, yaitu: QS. Al-Isra: 1, "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." Ayat ini secara eksplisit menyebutkan Isra, yaitu perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, tetapi tidak secara langsung menyebutkan Mikraj (naik ke langit).
Dalam Al-Qur’an, surat An-Najm: 13-18, "Dan sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha, yang di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar."
Ayat ini menggambarkan pengalaman Nabi saat Mikraj, yaitu melihat tanda-tanda kebesaran Allah, Jibril dalam wujud aslinya, dan Sidratul Muntaha. Menurut ulama tafsir, peristiwa ini memiliki dua dimensi penting pertama fisik dan spiritual.
Mayoritas ulama, seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu Katsir, berpendapat bahwa Isra Mikraj terjadi secara fisik dan spiritual. Nabi Muhammad SAW diperjalankan dengan tubuh dan ruhnya, bukan hanya mimpi atau pengalaman spiritual semata. Hal ini ditegaskan oleh kata "hamba-Nya" ('abdihi) dalam QS. Al-Isra: 1, yang merujuk pada diri Nabi secara utuh.
Makna Spiritual dan Hikmah. Para mufassir, seperti Al-Qurthubi, menjelaskan bahwa Isra Mikraj adalah manifestasi keagungan Allah dan kehormatan khusus bagi Nabi Muhammad SAW.
Perjalanan ini menegaskan pentingnya salat sebagai ibadah yang langsung diterima dari Allah tanpa perantara. Selain itu, pengalaman Nabi saat Mikraj menunjukkan bahwa manusia bisa mendekat kepada Allah dengan beribadah dan menyucikan diri.
Hikmah Utama. Mikraj adalah simbol perjalanan manusia menuju Allah, baik melalui ibadah (salat) maupun melalui penyucian jiwa. Peristiwa ini juga mengajarkan bahwa spiritualitas dan ketaatan kepada Allah adalah sarana mencapai kedekatan dengan-Nya.
Peristiwa Mikraj juga banyak dijelaskan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Hadis-hadis ini memberikan rincian tentang perjalanan Nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra) dan kenaikan ke langit hingga Sidratul Muntaha (Mikraj).
Hadis dari Anas bin Malik (HR. Bukhari dan Muslim), Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Aku dibawa oleh Buraq, seekor hewan putih yang lebih kecil dari bagal tetapi lebih besar dari keledai. Aku kemudian pergi bersama Jibril hingga tiba di langit dunia, lalu Jibril meminta izin untuk membukanya..."(HR. Bukhari, No. 3207; Muslim, No. 162). Hadis ini menggambarkan perjalanan Nabi menggunakan Buraq, seekor makhluk khusus yang diciptakan Allah untuk membawa Nabi.
Hadis Tentang Naik ke Langit dan Bertemu Para Nabi (HR. Muslim).
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa beliau bertemu dengan para nabi di setiap lapisan langit: Langit pertama: Bertemu Nabi Adam AS. Langit kedua: Bertemu Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS. Langit ketiga: Bertemu Nabi Yusuf AS. Langit keempat: Bertemu Nabi Idris AS. Langit kelima: Bertemu Nabi Harun AS. Langit keenam: Bertemu Nabi Musa AS. Langit ketujuh: Bertemu Nabi Ibrahim AS di dekat Baitul Ma'mur. Hadis Tentang Perintah Salat (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah satu peristiwa penting dalam Mikraj adalah pemberian perintah salat. Nabi Muhammad SAW menceritakan:"Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha... Lalu Allah mewajibkan kepadaku salat sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Ketika aku turun dan bertemu Nabi Musa, ia berkata, 'Mintalah keringanan kepada Tuhanmu, karena umatmu tidak akan mampu.'"Setelah beberapa kali kembali ke Allah, akhirnya salat diringankan menjadi lima waktu sehari semalam. (HR. Bukhari, No. 349; Muslim, No. 162).
Hikmah dari Hadis-Hadis Mikraj. Kedekatan dengan Allah, Mikraj menunjukkan puncak spiritualitas dan kehormatan yang diberikan Allah kepada Rasulullah, mengajarkan umat manusia bahwa ibadah, khususnya salat, adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kepemimpinan Rasulullah. Perjumpaan dengan para nabi menggambarkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin para nabi (Sayyidul Anbiya), yang membawa risalah terakhir untuk seluruh umat manusia. Pentingnya Salat. Salat menjadi inti ajaran Islam karena langsung diterima Rasulullah tanpa perantara. Salat adalah "mikraj" harian bagi setiap Muslim untuk berkomunikasi dengan Allah.
PENDEKATAN SAINS TERHADAP ISRAK MIKRAJ
Pendekatan sains dalam keyakinan (iman) memiliki urgensi yang penting dalam membangun pemahaman yang holistik antara iman dan akal (ilmu pengetahuan). Sebagai dua sumber pengetahuan, teologi dan sains tidak harus dipertentangkan, melainkan dapat saling melengkapi.
Pendekatan sains relevan dalam keimanan dimaksudkan untuk memperkuat keimanan dengan pemahaman rasional. Pendekatan sains dapat membantu menjelaskan fenomena alam yang disebutkan dalam teks-teks suci. Contohnya: Penciptaan alam semesta (Big Bang): Konsep ini sering dikaitkan dengan QS. Al-Anbiya: 30, yang menyebutkan bahwa langit dan bumi awalnya satu kesatuan sebelum dipisahkan.
Penemuan sains seperti ini dapat memperkuat keyakinan bahwa agama dan sains tidak bertentangan. Keajaiban Al-Qur'an dalam Ilmu Pengetahuan banyak ayat yang memberikan indikasi ilmiah, seperti embriologi (QS. Al-Mu'minun: 12-14) atau siklus hujan (QS. Az-Zumar: 21). Sains memberikan landasan rasional bagi umat beriman untuk melihat kebenaran teks agama dalam realitas dunia.
Pendekatan sains untuk meneguhkan iman adalah dapat juga dapat meningkatkan relevansi agama di era modern. Zaman modern ini, banyak orang yang mendasarkan pemahaman mereka pada logika dan bukti empiris.
Mengintegrasikan sains ke dalam keyakinan (iman), maka agama tetap relevan di tengah masyarakat yang semakin rasional. Contoh: Penelitian ilmiah tentang manfaat salat atau puasa bagi kesehatan fisik dan mental menunjukkan bahwa ajaran agama memiliki manfaat praktis yang dapat diukur secara ilmiah.
Pendekatan sains adalah bahagian dari membangun dialog antara agama dan sains.
Pendekatan sains membantu mengurangi konflik antara iman dan ilmu pengetahuan. Alih-alih dianggap bertentangan, sains dan agama dapat saling melengkapi, Sains menjawab pertanyaan "bagaimana?" (mekanisme alam). Iman (Teologi) menjawab pertanyaan "mengapa?" (tujuan penciptaan dan makna kehidupan). Contohnya, pertanyaan tentang evolusi biologis dapat dipahami dengan menjelaskan bahwa proses tersebut adalah bagian dari sunnatullah (hukum alam yang diciptakan Allah).
Mendalami sain dapat pula menumbuhkan sikap kritis dan tawadhu (Rendah Hati). Sains mengajarkan sikap kritis dan pencarian kebenaran berdasarkan bukti, sedangkan iman mengajarkan makna dan nilai.
Pendekatan ini mengajarkan umat beragama untuk, tidak hanya menerima doktrin secara dogmatis, tetapi juga memahaminya dengan akal. Menyadari keterbatasan manusia dalam memahami kebesaran Allah. Sains tidak mampu menjawab semua pertanyaan besar, sehingga mengarahkan manusia kepada keimanan.
Hal yang lebih penting sekali adalah pendekatan sain dapat menjawab tantangan ateisme dan sekularisme.
Pendekatan ilmiah dalam kajian iman menjadi penting untuk menjawab argumen-argumen ateis atau sekuler yang sering memisahkan agama dari sains. Dengan menjelaskan fenomena alam melalui kerangka agama, keimanan dapat dijelaskan secara logis kepada mereka yang skeptis. Contoh: Diskusi tentang asal-usul alam semesta (Big Bang) atau hukum keteraturan alam sering dijadikan landasan untuk menunjukkan adanya Sang Pencipta.
Sains dapat memperluas pemahaman tentang Tuhan dan kehidupan. Sains membantu manusia memahami kompleksitas ciptaan Tuhan, yang pada gilirannya memperluas kesadaran spiritual. Contoh: Keajaiban struktur DNA, luasnya alam semesta, dan hukum-hukum fisika menunjukkan kebesaran Tuhan. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ali Imran: 190-191, orang-orang yang berpikir tentang ciptaan langit dan bumi akan semakin yakin akan kekuasaan Allah.
Pendekatan multidisiplin untuk masalah global. Banyak isu global seperti perubahan iklim, krisis lingkungan, atau kesehatan masyarakat membutuhkan pendekatan yang menggabungkan nilai spiritual (iman) dan analisis ilmiah (sains). Mengintegrasikan keduanya, solusi yang dihasilkan tidak hanya pragmatis tetapi juga bermoral.
Pendekatan sains dalam iman tidak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis, tetapi juga memperkuat pemahaman agama dalam konteks dunia modern. Dengan menyelaraskan sains dan iman, manusia dapat memperoleh pandangan yang lebih luas tentang hakikat kehidupan, kebesaran Tuhan, dan peran manusia di dunia.
Peristiwa Isra Mikraj, yang melibatkan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan kemudian naik ke langit dalam waktu yang sangat singkat, sering menjadi topik diskusi antara kalangan agama dan sains. Beberapa saintis mencoba memahami peristiwa ini dalam kerangka ilmiah, meskipun mereka tidak secara langsung mengomentari aspek spiritualnya.
Pertama. Berkaitan dengan konsep waktu dan ruang (Relativitas). Teori Relativitas Einstein menunjukkan bahwa waktu dan ruang adalah relatif, bergantung pada kecepatan objek dan medan gravitasi yang dilaluinya. Ketika seseorang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, waktu bagi orang tersebut berjalan lebih lambat dibandingkan waktu di tempat lain (time dilation). Dalam konteks Isra Mikraj, perjalanan yang sangat cepat menggunakan Buraq (makhluk yang diciptakan Allah) dapat dianalogikan dengan kecepatan luar biasa yang memungkinkan Nabi Muhammad SAW menempuh jarak jauh dalam waktu singkat menurut persepsi manusia biasa.
Kedua, teori dimensi lain. Beberapa ilmuwan fisika teoritis, seperti Michio Kaku dan Stephen Hawking, telah membahas keberadaan dimensi lain di luar empat dimensi yang kita ketahui (panjang, lebar, tinggi, dan waktu). Dalam konteks Mikraj, Nabi Muhammad SAW mungkin telah memasuki dimensi berbeda yang memungkinkan Nabi "melampaui" hukum-hukum fisika biasa. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana Nabi dapat naik ke Sidratul Muntaha, yang berada di luar jangkauan alam semesta yang dipahami.
Ketiga: Fenomena Astrofisika. Wormholes atau Lubang Cacing: Konsep ini diajukan oleh fisikawan untuk menjelaskan kemungkinan "jalan pintas" dalam ruang-waktu. Jika perjalanan Nabi menggunakan mekanisme seperti wormhole, maka jarak jauh antara Mekah, Yerusalem, dan langit bisa ditempuh dengan sangat cepat. Lubang cacing secara teoretis memungkinkan perpindahan antar tempat tanpa harus melalui ruang biasa, mirip dengan perjalanan Isra Mikraj.
Keempat: Kesadaran dan Pengalaman Spiritual. Beberapa ilmuwan di bidang neurologi dan psikologi berpendapat bahwa pengalaman spiritual seperti Isra Mikraj bisa jadi melibatkan kondisi kesadaran tingkat tinggi. Mereka mengaitkan ini dengan fenomena out-of-body experience (OBE) atau lucid dreaming, meskipun pendekatan ini lebih fokus pada aspek pengalaman personal, bukan realitas fisik perjalanan tersebut. (Buku yang membahas itu di antaranya, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan oleh Baiquni)
Kelima: Pandangan Ilmuwan Muslim. Ilmuwan Muslim klasik seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi cenderung memahami Isra Mikraj sebagai peristiwa fisik sekaligus spiritual. Mereka berpendapat bahwa ilmu manusia tidak cukup untuk memahami peristiwa yang berada di luar hukum alam biasa, karena melibatkan kekuasaan Allah yang tak terbatas. Ilmuwan modern seperti Dr. Zakir Naik juga menegaskan bahwa Isra Mikraj adalah mukjizat, dan mukjizat tidak tunduk pada hukum alam.
Dari pandangan sains, banyak aspek Isra Mikraj yang melibatkan fenomena luar biasa yang belum dapat dijelaskan sepenuhnya dengan ilmu pengetahuan modern. Namun, sains tidak menafikan kemungkinan tersebut, terutama dengan konsep relativitas waktu, dimensi lain, dan wormhole. Bagi umat Islam, Isra Mikraj tetap dipahami sebagai mukjizat yang menunjukkan kekuasaan Allah, di mana aspek spiritualnya melampaui batasan pemahaman ilmiah. Mendiskusikan Israk Mikraj dengan pendekatan sains terhadap mukjizat seperti Isra Mikraj dapat lebih memperkuat keimanan dan pengembangan sains Islam.
PENDEKATAN BATINI ISRAK MIKRAJ
Penceramah dalam peringatan Israk Mikraj yang sudah kuat membumi dalam masyarakat muslim, khususnya dilingkungan penganut tarekat, membahas lebih pada konteks batininya. Mikraj batin merujuk pada perjalanan spiritual menuju kedekatan dengan Tuhan. Ini adalah proses mendalam yang biasanya melibatkan penyucian jiwa, peningkatan keimanan, dan pencapaian tingkat spiritual yang lebih tinggi. Dalam konteks peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW, tetapi lebih diartikan secara simbolis sebagai perjalanan batin untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Proses mikraj batin sering dikaitkan dengan zikir, tafakur, pengendalian hawa nafsu, dan ibadah yang tulus. Banyak yang memaknainya sebagai cara untuk mencapai kesadaran diri yang lebih tinggi dan memahami hakikat kehidupan sesuai dengan kehendak Allah.
Makna batini Israk Mikraj juga disebut dengan Mikraj ruhaniyah perjalanan spiritual yang lebih tinggi, yang berfokus pada penyucian ruh untuk mencapai kedekatan dengan Allah. Jika mikraj batin lebih menekankan pada introspeksi dan penyucian jiwa, mikraj ruhaniyah lebih mendalam karena melibatkan transformasi ruh menuju tingkat spiritualitas yang lebih agung.
Dalam kajian Islam konsep mikraj ruhiyah dikaitkan dengan tahapan-tahapan dalam tasawuf, seperti mujahadah (bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu), mahabbah (cinta kepada Allah), hingga fana' (meleburkan diri dalam kesadaran Ilahi). Tujuannya adalah untuk menghilangkan hijab atau penghalang antara hamba dan Tuhannya sehingga ruh dapat "bertemu" atau merasakan kehadiran Allah dengan lebih nyata.
Menurut tasawuf, mikraj ruhaniyah adalah perjalanan yang membutuhkan bimbingan guru (mursyid) dan komitmen penuh dalam ibadah dan pengendalian diri. Dalam istilah modern, ini bisa dimaknai sebagai usaha mencari makna hidup yang mendalam dengan tetap terhubung kepada nilai-nilai Ilahiyah.
Kesimpulan Pesan Moral Isra Mikraj. Peristiwa Isra Mikraj bukan sekadar perjalanan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga mengandung pesan moral yang mendalam untuk umat manusia. Pesan moral tersebut meliputi:
1. Pentingnya Salat
Isra Mikraj menetapkan kewajiban salat lima waktu, yang menjadi simbol hubungan langsung manusia dengan Allah. Salat mengajarkan kedisiplinan, keikhlasan, dan kepatuhan pada perintah Ilahi.
2. Keimanan yang Kokoh
Peristiwa ini menguji keyakinan umat Islam akan kekuasaan Allah yang melampaui logika manusia, sehingga mengajarkan kepercayaan penuh terhadap hal-hal gaib yang telah ditetapkan-Nya.
3. Kesabaran dalam Ujian
Nabi Muhammad SAW menerima Isra Mikraj dalam masa sulit, mengajarkan bahwa kesabaran dan tawakal adalah kunci menghadapi cobaan hidup.
4. Peringatan Akhirat
Gambaran surga dan neraka yang dilihat Nabi menjadi pengingat bahwa setiap perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan.
5. Persatuan Umat
Pertemuan Nabi dengan para nabi sebelumnya melambangkan pentingnya kebersamaan dan kesinambungan dalam menjalankan ajaran agama.
6. Kebesaran Allah SWT
Isra Mikraj mengingatkan bahwa manusia hanyalah makhluk kecil di hadapan kekuasaan Allah. Hal ini mendorong untuk selalu bersikap rendah hati dan berserah diri kepada-Nya.
Secara keseluruhan, Isra Mikraj memberikan panduan untuk meningkatkan kualitas ibadah, memperkuat keimanan, menyucikan jiwa, dan hidup dengan bijak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Pesan ini relevan bagi umat Islam sebagai bekal dalam menjalani kehidupan yang lebih bermakna, baik secara individu maupun dalam masyarakat.DS.26012025.
*Pembina Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional