![]() |
(Seorang perempuan bahagia mendapat akta cerai dari Pengadilan Negeri Agama Unaha, Sulawesi Tenggara, 9 Mei 2023) (1)
Tak ubahnya kupu-kupu yang pertama kali mencicipi manisnya bunga,
Ia berlari tanpa batas.
Seperti kilat yang mendahului hujan,
Ia berlari bebas.
Hayati, perempuan berjilbab merah muda itu,
keluar dari gerbang Pengadilan Agama Negeri Unaha, Sulawesi Tenggara.
Kakinya hampir tak menginjak tanah
Secepat kilat, ia menuju mobil angkot berwarna biru.
Di tangannya, ia menggengam erat map berwarna hijau,
Di map itu tertulis “resmi bercerai”.
Tak henti-hentinya Hayati mengucap syukur,
“Terima kasih ya Allah”, ucapnya berulang-ulang.
Tawanya pecah, bergemuruh di udara.
Pada kaca mobil angkot,
digoreskannya alunan nada hatinya,
“Ketika bercerai adalah jalan menuju kebahagiaan”, tulisnya.
***
Dua tahun sudah Hayati mengarungi rumah tangga,
bersama Baso, pujaan hati yang ia pacari lima bulan sebelumnya.
Keduanya bertemu di Upacara Monahu Ndau’u (2)
Tatapan mereka beradu,
Cinta pun tumbuh menyatu.
Cahaya pagi selalu terang, menghangatkan,
bagi Hayati dan Baso yang sedang dimabuk cinta.
Tak ada sedih, kecewa, apalagi air mata.
Yang tampak hanya kelembutan, kasih sayang, cinta.
Baso adalah sosok paripurna di mata Hayati.
Hari yang dinanti tiba,
Janur kuning menggantung indah.
Di atas altar, dua sejoli mengukir janji bahagia di hadapan waktu,
menyatukan hati di hadapan Sang Pemberi cinta.
Baso lalu memboyong pengantinnya ke Buton (3)
Meninggalkan kampung halaman dan kepingan kenangan masa kecil Hayati.
Di rumah Baso, Hayati tinggal bersama mertua dan keempat adik iparnya,
dan puluhan ekor ayam peliharaannya.
Hari-hari berjalan lambat,
langit mendung menutupi indahnya awan.
Dinding istana pengantin mulai goyah,
rumah yang dulu hangat, kini berganti dingin.
Dengan hentakan kaki, Baso membangunkan istrinya, “Hayati, bangun. Ipokani yaku pangkasara!” (4)
Pengantin perempuan itu kaget, secepat kilat ia berdiri.
Diiringi Adzan subuh yang bersahut-sahutan,
jemari-jemari Hayati menari di atas dapur,
asap perlahan membumbung di atas tungku.
Cahaya pagi mengintip di celah-celah jendela rumah,
keluarga besar Baso berbaris rapi di meja makan,
Siap menyantap hasil olahan tangan Hayati.
“Perempuan itu harus pintar masak, kalau mau disayang suami,” Ibu mertua Hayati membuka perbincangan di meja makan.
“Harus patuh sama suami. Apapun yang dia suruh, harus diikuti. Karena suami itu pemimpin,” giliran Bapak mertua Hayati yang memberi nasehat.
Gigi putih bersih Hayati terbuka, ia melempar senyum tipis.
Di dapur, Hayati kembali berteman dengan onggokan piring, sendok, wajan, sisa makanan.
Pangeran hatinya, Baso, tenggelam dalam kepulan asap rokok.
Keempat adik iparnya, tak jua muncul batang hidungnya.
Hanya suara kokok ayam yang menemani.
“Hayati, saya ke pasar dulu. Mau jual ayam,” pamit suaminya pagi itu.
Dengan lembut, ia mencium tangan suaminya.
Jangan lupa, sangani manu-manuna!” (5), Baso mengingatkan.
Memberi makan puluhan ayam peliharaan keluarga Baso,
kini menjadi tugas rutin Hayati.
Malam t’lah sampai pada puncaknya,
cemas menyelimuti jiwa Hayati.
“Kenapa Bapa’ (6) belum pulang?” batinnya.
Kekhawatiran pada sang suami, melampaui rasa sayangnya pada dirinya.
Hentakan kaki terdengar keras dari pintu depan.
“Hayati, Hayati bukan pintu!” teriakan itu membangunkan Hayati
Tergopoh-gopoh iya mendekati suara itu.
Segera pintu ia buka,
dan secepat kilat, “plakkk”, telapak tangan Baso melayang bebas di pipi Hayati.
“Kau bikin apa lama sekali buka pintu?” lelaki itu membentak istrinya. Aroma mulutnya tajam bau tete. (7)
Tujuh lapis langit runtuh berkeping-keping,
Serpihannya menghujam hati Hayati.
Pipi yang selama ini ia rias merah merona,
Kini berganti merah lebam.
Di atas ranjang besinya,
Hayati menatap langit-langit kamar.
Di pipinya, butiran air mata mengucur deras,
ribuan tanya membanjirinya, “Kemana perginya kelembutan hati Baso yang selama ini aku kenal?
Sudah lunturkah kasih sayang pangeran hatiku?
Lalu secepat kilat, bisikan Ayah mertua di meja makan kala itu, menyalip lamunan Hayati, “Harus patuh sama suami. Apapun yang dia suruh, harus diikuti. Karena suami itu pemimpin.”
***
Hari ini, tepat dua tahun lalu, Hayati dan Baso mengucap janji,
Janji setia, sedunia-sesurga.
Pagi-pagi, Baso mengajak Hayati duduk di sudut ranjang besinya yang mulai karatan.
“Hayati, kamu kenal dengan Uni, sepupu saya?” kali ini suara lembut Baso t’lah kembali. Suara yang dirindukan Hayati, seperti di masa pacaran dulu.
Hayati mengangguk mengiyakan. Beberapa kali perempuan itu bertandang ke rumahnya.
Baso menarik nafas panjang, mengembuskannya, dan berkata, “Dia anak yatim piatu. Apa kamu setuju kalau saya melamar dia?”
Di luar, langit mendung, gelap.
Jiwa Hayati pekat.
Suara petir bersahut-sahutan,
hampir saja Hayati tersambar.
Tapi, kali ini, Hayati menghindar.
Tak mau ia biarkan hujan kembali membasahinya.
Perempuan itu berdiri tegap,
menatap tajam laki-laki yang berjanji sehidup-sesurga, dua tahun lalu.
“Kita cerai, silakan kau lamar Uni!”
Hayati mengemas pakaiannya.
Ia mantap meninggalkan lukanya di Buton.
Ke Unaha, Konawe, ia kembali,
melayangkan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri.
Lepas sudah Hayati dari jeruji pernikahan toxic.
Tak ada lagi Baso, lelaki sang pengumbar janji palsu.
Udara bebas, merdeka, Hayati hirup sepuasnya.
Bahagia menyambut pagi, sebahagia melepas malam (8)
*CATATAN*
*Puisi Esai ini dibuat dengan bantuan AI.
(1) https://sultra.tribunnews.com/2023/05/10/terungkap-alasan-cerai-wanita-di-unaaha-bahagia-bercerai-diduga-sering-dianiaya-dan-diselingkuhi
(2) Monahu Ndau’u adalah pesta syukuran pasca panen dan memasuki musim tanam berikutnya. Tradisi ini biasakan dilakukan oleh suku Tolaki, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
(3) Buton adalah salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara
(4) Ipokani yaku pangkasara dalam bahasa Buton, Sulawesi Tenggara, artinya: buatkan saa sarapan.
(5) Sangani manu-manuna adalah bahasa Buton, Sulawesi Tenggara, yang artinya: beri makan ayam-ayamnya.
(6) Bapa’ adalah panggilang sopan seorang istri untuk suami dalam masyarakat Buton, Sulawesi Tenggara.
(7) Tete merupakan minuman fermentasi tradisional yang sering dikonsumsi di kalangan masyarakat Buton.
(8) https://www.liputan6.com/health/read/3891076/wanita-lebih-bahagia-daripada-pria-usai-bercerai?page=2