Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

MEMBEDAH MUATAN LOKAL KE-PERTI-AN Oleh: Duski Samad

Disain Model Kurikulum Pada Madrasah Tarbiyah Tingkat Tsanawiyah dan disertai Bahan Ajar Ke-Perti-an Meneguhkan Pemahaman Ahlussunah Wal Jama'ah dan Bermazhab Syafi'i, adalah Disertasi yang ditulis oleh kandidat Doktor Febri Malfi, Prodi Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Imam Bonjol, hari ini dilakukan Seminar hasilnya. 

Keresahan intelektual yang diangkat oleh penulis tentang urgensinya muatan lokal ke-Perti-an adalah mencermati dinamika pendidikan pada Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang dalam fakta sosialnya didirikan oleh Perti mengalami perubahan. Sejak MTI yang didirikan oleh ulama PERTI 05 Mei 1928 ada materi ajar ke-Perti-an melekat dan bahagian integral dari mata pelajaran di MTI. Setelah MTI beradaptasi dengan kurikulum Madrasah Negeri tahun 1975 terakhir kurikulum Madrasah disebut bercirikan Islam. 

Muatan Lokal Ke-Perti-an adalah upaya pendidikan yang berfokus pada penguatan pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) bermazhab Syafi'i, yang menjadi pegangan utama dalam praktik keagamaan masyarakat di berbagai daerah, khususnya di Indonesia. Ke-Perti-an mengandung nilai-nilai teologis, fiqih, dan tasawuf yang diwariskan oleh ulama terdahulu dan menjadi bagian integral dari identitas Islam Nusantara.

Esensi utama muatan lokal Ke-Perti-an adalah untuk meneguhkan pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah Bermazhab Syafi’i. Menjaga kemurnian ajaran Islam yang moderat, toleran, dan berbasis pada sumber-sumber otoritatif. Memastikan generasi muda memahami konsep dasar Aswaja dalam aspek akidah, fiqih, dan tasawuf.

Mencegah penyimpangan pemahaman keagamaan yang ekstrem dan tidak sesuai dengan tradisi keislaman di Indonesia. Membumikan Nilai Keislaman dalam Konteks Lokal. Mengintegrasikan ajaran Islam dengan budaya dan kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan syariat. Memperkuat peran ulama dan lembaga pendidikan Islam dalam membimbing masyarakat.Menjaga tradisi Islam Nusantara seperti pengajian kitab kuning, tahlilan, dan tradisi keagamaan lain yang berakar dalam mazhab Syafi'i.

Muatan Lokal Ke-Perti-an dapat mendorong pemikiran inklusivitas dalam Islam. Mengajarkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin, dengan sikap terbuka dan menghargai perbedaan. Memperkenalkan konsep wasathiyyah (moderasi Islam) agar umat tidak terjebak dalam sikap eksklusif atau radikal. Membentuk generasi Muslim yang mampu berdialog dengan berbagai pemikiran dalam kerangka keislaman yang kokoh.

Muatan Lokal Ke-Perti-an bukan sekadar pelajaran agama, tetapi sebuah strategi pendidikan yang menjaga akar keislaman bermazhab Syafi'i sambil membangun pemikiran inklusif. Dengan pendekatan ini, Islam dapat tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan esensi tradisi dan akidahnya.

Kunci utama dalam Muatan Lokal Ke-Perti-an pada dasarnya berbasis Islam tradisional. Dalam pemikiran Islam tradisional, tradisi (al-taqlid al-maqbul) memiliki peran penting sebagai penjaga kesinambungan nilai-nilai Islam yang diwariskan oleh ulama terdahulu. Tradisi bukan sekadar kebiasaan sosial, tetapi merupakan ekspresi ajaran Islam yang telah disesuaikan dengan realitas budaya suatu masyarakat. 

Makna tradisi dalam Islam tradisional adalah penjaga kemurnian ajaran Islam. Tradisi dalam Islam tradisional mengacu pada warisan keilmuan Ahlussunnah Wal Jamaah yang bersumber dari Al-Qur'an, Hadis, Ijma', dan Qiyas. Para ulama menyusun metode pemahaman agama yang sesuai dengan kondisi sosial, termasuk dalam fiqih, tasawuf, dan akhlak.

Islam tradisional menekankan pentingnya taqlid (mengikuti pendapat ulama mujtahid) dalam bermazhab, khususnya mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali). Tradisi keislaman seperti pengajian kitab kuning, tarekat sufi, dan praktik ibadah seperti tahlilan, maulid, dan yasinan adalah bagian dari warisan ulama yang menghubungkan umat Islam dengan sanad keilmuan yang sahih.

Harmoni antara agama dan budaya lokal. Islam tradisional tidak menolak budaya selama tidak bertentangan dengan syariat. Tradisi seperti wayang Islam, seni hadrah, zikir berjamaah, dan tradisi keislaman Nusantara lainnya adalah contoh bagaimana Islam beradaptasi dengan budaya tanpa kehilangan esensinya. Moderasi dan Inklusivitas. Islam tradisional menekankan prinsip wasathiyyah (moderasi), yang menolak ekstremisme baik dalam bentuk fanatisme maupun liberalisme berlebihan. Pemikiran ulama seperti Imam Ghazali, Imam Nawawi, dan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan keseimbangan antara syariat dan tasawuf, antara teks dan realitas sosial.

Tradisi dalam pemikiran Islam tradisional berfungsi sebagai penjaga kesinambungan ajaran Islam, perekat sosial, dan sarana adaptasi dengan budaya lokal tanpa kehilangan prinsip syariat. Dengan mempertahankan tradisi yang bersumber dari ajaran Islam yang murni, umat Islam dapat tetap berpegang teguh pada agama sekaligus berinteraksi secara harmonis dengan masyarakat modern.

PENDIDIKAN TRADISIONAL DAN PEMBAHARUAN

Pendidikan Islam tradisional, termasuk Madrasah Tarbiyah Islamiyah, telah mengalami dialektika panjang dalam menghadapi arus pembaharuan. Dialektika ini merupakan interaksi antara tradisi keislaman yang berakar kuat dengan tantangan modernitas yang menuntut inovasi dalam sistem pendidikan, tak terkecuali dalam pengembangan kurikulum. 

Karakteristik Pendidikan Islam Tradisional. Pendidikan Islam tradisional berakar pada pesantren, madrasah, dan surau dengan beberapa ciri khas di antaranya, Sanad Keilmuan: Mengutamakan transmisi ilmu melalui guru-murid (sistem talaqqi). Kitab Kuning: Menggunakan literatur klasik dalam kajian fiqih, akidah, tasawuf, tafsir, dan hadis. Orientasi Moral dan Spiritual: Mencetak santri yang memiliki akhlak dan kedalaman spiritual. Metode Halaqah, Sorongan dan Bandongan: Pembelajaran berbasis hafalan, pemahaman, dan diskusi langsung dengan mursyid.

Tantangan Pembaharuan. Pembaharuan pendidikan Islam didorong oleh beberapa faktor. Modernisasi dan Teknologi: Perkembangan teknologi menuntut metode pembelajaran yang lebih interaktif dan berbasis digital. Standarisasi Kurikulum: Kebutuhan akan pendidikan formal yang diakui negara menyebabkan perubahan dalam sistem pendidikan pesantren. Tantangan Globalisasi: Masuknya ideologi baru menuntut pembaruan kurikulum agar tetap relevan, tanpa meninggalkan identitas Islam tradisional. Transformasi Sosial: Masyarakat semakin terbuka dengan pendidikan berbasis sains dan teknologi, sehingga pendidikan Islam perlu beradaptasi.

Dialektika Tradisi dan Pembaharuan. Pendidikan Islam tradisional tidak menolak pembaharuan, tetapi memilih jalan akomodatif dengan tetap mempertahankan aspek fundamentalnya. Berikut beberapa pola dialektika yang terjadi: 

a. Integrasi Kurikulum. Pesantren mulai mengadopsi pendidikan formal, seperti adanya Madrasah Diniyah, Ma'had Aly, dan Universitas Pesantren. Mata pelajaran agama tetap dipertahankan, tetapi dikombinasikan dengan ilmu umum, teknologi, dan kewirausahaan. 

b. Modernisasi Metode Pembelajaran. Dari sistem halakah, sorongan dan bandongan, kini pesantren menggunakan e-learning, modul digital, dan metode diskusi interaktif. Pendidikan berbasis critical thinking diperkuat agar santri tidak hanya menghafal, tetapi juga memahami konteks keilmuan. 

c. Revitalisasi Peran Ulama dalam Pembaharuan. Ulama pesantren kini lebih aktif dalam kajian akademik modern untuk menjaga relevansi Islam dalam konteks global. Adanya pendidikan tinggi Islam seperti UIN dan Institut Pesantren memperkuat posisi pesantren di ranah akademik. 

d. Pembaruan dalam Pendekatan Dakwah. Pendakwah dari kalangan pesantren kini lebih adaptif dengan menggunakan media sosial, podcast, dan video edukatif. Pemanfaatan literasi digital dan media mainstream untuk menyebarkan nilai-nilai Islam tradisional dengan cara yang lebih modern.

Pendidikan Islam tradisional tidak statis, melainkan dinamis dan responsif terhadap pembaharuan. Dialektika antara tradisi dan inovasi tidak berarti meninggalkan akar keislaman, tetapi justru memperkuatnya dengan pendekatan yang lebih kontekstual. Dengan menjaga keseimbangan antara warisan ulama salaf dan tuntutan zaman, pendidikan Islam tetap relevan dalam membentuk generasi Muslim yang berilmu, berakhlak, dan siap menghadapi tantangan global.

Dalam perkembangan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) dan lembaga pendidikan Islam tradisionil lainnya ada tiga kecendrungan. Pertama, konservatif. Bertahan dengan tradisi yang sudah mapan dan memilih keunggulan pada kader ulama dengan merujuk turats (kajian klasik) basis hafalan (tahfidz), mengunakan kurikulum dan materi ajar kitab standar. Realitasnya pendidikan pada MTI dan Surau Halaqah, Dayah, Pesantren Salafiyah dan sejenisnya teguh dengan pendiriannya disamping ada penyesuaian teknis sesuai perkembangan Madrasah. 

Kedua, adaptif dan transformatif. Pendidikan Islam tradisional ada yang sudah menyesuaikan dengan visi, misi, kurikulum, dan merumuskan performance alumni menjadi ulama, dan sarjana mumpuni. Keunggulan bahasa asing, IT dan kebutuhan lain. Ponpes moderen. Perguruan berafiliasi Timur Tengah memilih cara menghadapi pembaharuan. Ketiga, integrasi. Ada yang Pesantren dan Madrasah yang memilih focus untuk mencetak alumni yang cendikiawan berorentasi penguatan karakter Islam yang mumpuni, sarjana dan cendikiawan yang akhir melanjutkan ke Perguruan Tinggi Islam dan Perguruan Tinggi lainnya. 

Ikhtiar dan arah baru pengelola pendidikan Islam dalam menghadapi era 5.0 lebih dominan pada integrasi Islam dan Sains khususnya kalangan menengah terdidik di perkotaan (muslim modernis). Pada komunitas muslim trans nasional kanan memilih pendekatan klasik yang dipadukan sains. Komunitas muslim rural di pedesaan cendrung adaptif pada metode, sarana dan penunjang, akan tetapi berpegang teguh pada tradisi lokal (al muhafadzah alal qadimis shaleh, wal alkhzul bil jadidil aslah). Merawat tradisi lama dan berinovasi untuk yang lebih baik). MTI dan Sekolah Perti cendrung konservatif dan terbatas sekali yang adaptif dengan era baru kemajuan. 

Sebagai bahagian akhir patut disampaikan beberapa pokok pikiran sebagai kesimpulan. Muatan Lokal Ke-Perti-an merupakan strategi pendidikan yang berupaya meneguhkan pemahaman Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) bermazhab Syafi’i dalam sistem pendidikan Islam, khususnya di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI). Keberadaannya tidak hanya bertujuan untuk menjaga warisan keilmuan Islam tradisional tetapi juga memastikan bahwa ajaran Islam yang moderat dan toleran tetap menjadi pijakan utama dalam kehidupan beragama di Indonesia.

Di tengah perubahan sistem pendidikan akibat penyesuaian kurikulum nasional, Muatan Lokal Ke-Perti-an berperan penting dalam menjaga identitas Islam yang mengintegrasikan fiqih, tasawuf, dan akidah dengan budaya lokal. Nilai-nilai keislaman yang diwariskan oleh ulama terdahulu tetap relevan dengan membumikan ajaran Islam dalam konteks sosial masyarakat.

Selain itu, Muatan Lokal Ke-Perti-an juga mendorong pemikiran inklusif dalam Islam, dengan mengajarkan prinsip wasathiyyah (moderasi) dan membuka ruang dialog dalam keberagaman. Dengan pendekatan ini, pendidikan Islam tidak hanya menghasilkan individu yang taat beragama tetapi juga mampu bersikap terbuka dan beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan akar keislamannya. 

Dalam konteks dialektika pendidikan Islam tradisional menghadapi pembaharuan, terdapat tiga kecenderungan utama dalam merespons perubahan: Konservatif, yang mempertahankan tradisi dengan tetap berpegang pada sistem pendidikan klasik. Adaptif dan Transformatif, yang mengombinasikan pendidikan berbasis kitab kuning dengan kebutuhan ilmu pengetahuan modern. Integratif, yang mengarahkan pendidikan Islam agar mampu mencetak generasi yang tidak hanya alim dalam agama tetapi juga unggul dalam berbagai disiplin ilmu.

Muatan Lokal Ke-Perti-an bukan sekadar kurikulum tambahan, tetapi sebuah model pendidikan Islam berbasis tradisi yang tetap dinamis dalam menghadapi tantangan global. Prinsip "al-muhafadzah ‘ala al-qadim as-shalih, wa al-akhzu bil-jadid al-aslah" (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik) menjadi landasan utama dalam merawat warisan keilmuan Islam sambil terus berinovasi untuk masa depan yang lebih baik. DS.30012025.

*Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies