Kegiatan mendoa pancung kalam di Madrasatul 'Ulum, mengawali mengaji tahun ini setelah libur puasa dan Idul Fitri. (ist) |
Padang Pariaman, Sigi24.com--Sejak Selasa 23 April 2024 petang, komplek Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan ramai oleh santri/santriwati bersama orangtuanya.
Sampai malam, yang masih baru tiba juga terlihat. Malam itu, sudah menjadi kesepakatan bersama, untuk menggelar "doa pancung kalam" di pesantren yang didirikan oleh Syekh H. Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah pada 1940 itu.
Mendoa pancung kalam artinya, mendoa bersama, menandakan Rabu paginya dimulai aktivitas mengaji, setelah libur panjang puasa dan Idul Fitri.
Tak heran, masing-masing orangtua atau keluarga santri, baik santri yang baru masuk maupun santri yang sudah lama mondok, membawa rantang ke pondok.
Rantang berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya serta aneka minuman. Sederhana tapi berkesan. Usai mendoa, lanjut santap malam bersama.
Itulah budaya dan tradisi surau. Sesuatu yang baik harus diawali dengan doa dan niat yang baik pula.
Mendoa pancung kalam, tentu sesuatu yang diwarisi oleh pengelola pondok sekarang dari generasi sebelumnya. Mendoa sesudah Shalat Isya berjemaah.
Tapi yang jelas, disiplin yang lebih penting. Nah, mendoa pancung kalam tentu sekalian melihat santri dan santriwati itu sendiri dalam membudayakan disiplin dalam dirinya.
Aula lantai dua Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum yang begitu besar dan luas, malam itu penuh oleh deretan santri/santriwati dan orangtuanya.
Rantang yang dibawa dari kampung santri masing-masing, dideretkan secara memanjang.
Mencapai tiga baris, sehingga prasmanan terhidang, kabar mendoa pancung kalam pun disampaikan oleh salah seorang guru tuo, M. Jalal Thalibi kepada pengasuh pesantren Buya Marulis Tuanku Mudo.
Ya, laksana persembahan atau petatah petitih. Panjang. Pokoknya semua di doakan. Mulai dari ketabahan santri untuk mengaji, orangtua dan keluarganya sehat, mudah rezeki, serta Buya pun sehat dan mampu menghadirkan yang terbaik di tahun ini buat kemajuan pondok.
Saling berjawab kata antara Buya Marulis Tuanku Mudo dan M. Jalal Thalibi, pun diakhiri dengan doa yang cukup panjang pula.
Selesai doa dan jamuan makan, barulah diberikan tausiyah. Pengajian dan pesan singkat dari pengasuh pesantren, sebagai mengawali tahun ajaran baru.
Pun malam itu sekalian mendoa adanya empat orang santri baru masuk pondok. Empat santri baru itu datang dari Tandikek Selatan, Kabupaten Padang Pariaman.
Menurut Buya Marulis Tuanku Mudo, pekerjaan yang paling mulia adalah menuntut ilmu.
"Menuntut ilmu itu, di dalamnya terkandung mengaji, belajar, mengajar, mendengar pengajian. Pokoknya, belajar di pondok yang tidak hanya mempelajari bacaan Quran, tapi sekalian mendalami kandungan isi Quran dan belajar hadits, serta belajar banyak hal soal tata bahasa, hukum dan lainnya, adalah pekerjaan yang paling mulia di sisi Allah SWT," ungkapnya.
Buya Marulis Tuanku Mudo pun mengajak para santri untuk menata niat dan tujuan untuk menuntut ilmu.
Pun kepada orangtua santri, dia mengingatkan untuk saling bekerjasama dalam mendidik anak ini.
"Dari kerjasama inilah terbangunnya disiplin santri. Mereka harus disiplin mengaji, disiplin ibadah berjemaah tiap waktu, disiplin pulang kampung, dan disiplin untuk balik kembali ke pondok," ulas Buya Marulis Tuanku Mudo.
Di pondok ini banyak santri yang datang dari sejumlah Nagari di Padang Pariaman, Singgalang, Gunung Rajo, Tanah Datar, Sijunjung, Batagak, Kabupaten Agam hingga Kabupaten Dharmasraya. (ad/red)