Prof. Duski Samad Tuanku Mudo |
Bulan (hilal) tampak, taqwim gugur maksudnya ketika hilal Ramadhan, hilal Idul Fitri dan hilal Idul Adha kelihatan secara mutawatir (dilihat orang banyak atau sudah populer) maka hitungan taqwim tidak bisa dipakai atau tidak harus dipedomani lagi. Bulan tampak, taqwim gugur ini adalah natijah muzakarah Tuanku Syathariyah di Sumatera Barat, bahkan sudah mendapat pengesahan dari Pimpinan Tarekat Buya Ismed Tuanku Mudo (Tuanku Koto Tuo).
Halaqah Tuanku Nasional ke XVII ini menegaskan kembali keputusan muzakarah bahwa wajib menerima rukyat hilal, dan menggugurkan taqwim atau tidak perlu berpegang lagi pada taqwim, bila taqwim di dahului oleh rukyat hilal. Kesepakatan dengan isi yang sama terakhir diambil tahun 2018 lalu dalam muzakarah di Ampalu Tinggi VII Koto, Padang Pariaman dan juga sudah diterima oleh ulama tuo tarekat Syathariyah.
Dalam diskusi salah seorang Tuanku menyatakan bahwa sejak awal ulama dan Tuanku sudah sepakat bahwa rukyat hilal adalah metode menentukan puasa dan Idul Fitri, sesuai hadist Nabi, maka ketika hilal sudah kelihatan tidak ada lagi alasan mengunakan hitungan taqwim. Hilal yang kelihatan secara mutawatir dari kelompok berbeda guru, dan berbeda memulai taqwim (arbaiyah dan khamsiyah) mewajibkan umat berpuasa, hanya ungkapan orang awam yang tak jelas sumbernya “itu bukan hilal kita”. Tuanku berpegang pada hadist “taqwim jalanku, tidak untuk puasa”.
KAJIAN TENTANG TAQWIM
Taqwin itu pada dasarnya adalah ilmu hisab. Ilmu hisab merupakan ilmu yang mempelajari perhitungan terkait kalender, waktu, dan peredaran benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang. Terdapat beberapa jenis ilmu hisab, antara lain:
(1). Ilmu Hisab Falakiyah: Ilmu hisab yang berkaitan dengan perhitungan astronomi untuk menentukan awal bulan, waktu shalat, dan peristiwa-peristiwa astronomi lainnya.
(2). Ilmu Hisab Kalender: Ilmu hisab yang berkaitan dengan perhitungan penanggalan, termasuk penentuan hari, bulan, dan tahun dalam kalender.
(3). Ilmu Hisab Matematika: Ilmu hisab yang berkaitan dengan perhitungan matematika terkait waktu, kalender, dan peredaran benda langit.
(4) dan hisab taqwim. Setiap jenis ilmu hisab memiliki peran dan aplikasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhan perhitungan yang ingin dilakukan.
Berkenaan dengan hisab taqwim ini ulama dan Tuanku tarekat Syathariyah di Sumatera Barat menempatkannya begitu kuat dan membahasnya begitu luas, khususnya setiap akan menentukan awal melakukan rukyatul hilal.
Salah satu contoh pikiran yang berkembang luas di group whatshaap Silaturahmi Tuanku Nasional.....Walaupun berbeda caronyo, tapi kembali kato ungku tadi muaronyo adalah kembali ka hilal. ....Ibarat hisab hari ko adolah ibarat penghitungan hasil pemilu oleh berbagai lembaga survei...banyak versi dan hasilnyo....solusinyo mesti dihitung sacaro manual....konsep manual ko Ado di tulisan ustad Yasir...cuma Iyo agak panjang jabarannyo sahinggo butuh ms Excel untuk mengurut hari demi yang jadi Minggu, Minggu seminggu sahinggo jadi bulan, bulan demi bulan sahinggo jadi tahun, tahun demi tahun sahinggo jadi tahun 1445.... Kan Iyo tu.. Itu bukan bulan awak, karano inyo maniliak bisuak, kini bulan nampak, tapi kecek urang jauah, bulan yang tampak tu antah iyo, antah indak je.. Tu mangko nyo kecek an itu bukan bulan awak, itu bulan Hoax..!! karano awak maniliak bisuak, tu maksud nyo. Mbo skadar mampajaleh..!!
Kutipan di atas dalam halaqah juga menjadi perbincangan yang terulang kembali. Pokok pikiran yang berkembang dalam hal taqwim induk masalahnya adalah pada penetapan huruf tahun dan awal menghitungnya di hari Rabu atau Kamis.
Tuanku Hendra menyatakan bahwa perbedaan tentang taqwim ini terus melebar, bahkan sesama khamsiyahpun ada perbedaan. Ikhtilaf ini berawal dari penentuan awal huruf menghitung, Tahun 1445 hijriah ini ada yang menyatakan tahun ba dan ada yang menetapkan tahun zai. Tuanku Labai Rais, menyampaikan bahwa penghitungan hisab taqwim ini seperti lembaga survey, mereka memulai dengan huruf yang berbeda, maka yang tepat itu kembalilah ke hitungan manual. Almarhum Ustad M. Yasir Hakim di Pengadilan Agama menghitung dengan memberi huruf tahun dari hari nan tujuh, diurut terus akan ditemui, huruf tahun dan mulai menghitungnya dari Kamis.
Patut diingatkan bahwa taqwim sebagai kalender adalah keniscayaan dan boleh saja ada perbedaan. Namun untuk melakukan puasa pegangan Tuanku dan umat pengikutnya adalah rukyatul hilal. Hilal bila sudah kelihatan oleh kelompok, paham dan surau nan sapaguruan mana saja, maka puasa atau idul fitri wajib dilakukan. Tuanku wajib menfatwakan dan mensyiarkan kepada umat untuk berpuasa dan kaum adat, atau labai yang mewakili ulama di kalangan adat diminta mematuhi pendapat dan fatwa ulama. Sesuai kearifan adat Syarak Mangato, Adat Mamakai.
Kecuali itu yang masih perlu muzakarah adalah berkaitan rukyat yang dilakukan secara nasional dan ditetapkan oleh Kementerian Agama, sebagai Pemerintah. Tuanku dikalangan tarekat Syathariyah masih perlu mendiskusi dan mengkaji lebih dalam tentang perbedaan mathlaq lokal dan mathlak nasional, rukyat dengan mata dan terpopong bintang. Kewenangan ulil amri, waktu, wawasan, ketawadhuan dan menekan ta’ashub mazhab adalah pintu utama untuk hadirnya puasa dan idul fitri serentak.
NATIJAH dari halaqah 2 (dua) jam diikuti oleh ulama dan Tuanku generasi baru yang kealiman dan wawasannya luas dapat mencermati bahwa varian pemikiran dan analisis berkaitan menentukan huruf tahun, huruf bulan dan memulainya arbaiyah atau khamsiyah, adalah awal masalah yang patut dicarikan titik temunya.
Taqwim itu ilmu untuk mengetahui awal bulan, tidak untuk menetukan awal puasa dan idul fitri, puasa itu rukyat, itu sepakat. Metode taqwim itu mengunakan huruf tahun dan ada yang mengunakan hitungan tujuh hari dan metode lainnya. Mulai menghitungnya taqwim itu ada dua jenis arbaiyah awal menghitung hari Rabu, dan khamsiyah, menghitung mulai di hari Kamis. Landasan hukum yang dipakai kitab yang diterima dari ulama dan guru tempat belajar Tuanku. Kalender taqwim adalah keniscayaan dan boleh saja sebagai ilmu pengetahuan, maka perlu ada Tuanku yang ahli dan profesional dalam semua varian taqwim.
Tantangan atau kesulitan menyeragamkan taqwim dan menerima rukyat hilal dari kelompok yang berbeda adalah masih adanya ungkapan menghubungkan kajian taqwim dengan kajian tarekat, atau mengaitkannya dengan penghormatan terhadap guru, misalnya ungkapan "itu alah manuka kaji’, “kalau tidak ikuti warih guru hilang berkah kaji”, dan yang sedikit menganggu kalau diterimo penghilatan hilal kelompok lain “hilang jamaah beko” dan ungkapan lain yang itu sebenarnya keluar dari masyarakat biasa, bukan dari ulama dan Tuanku. Kerendahanhatian, mengurangi perasaan kelompok, ta’ashub mazhab dan kesediaan untuk saling menerima perbedaan adalah kerja bersama yang terus diusahakan.
Masalah yang mendasar itu adalah penyamaan rumus, antara khamsiyah dan arbaiyah dan menentukan awal tahun. Masalah tersisa yang perlu di dalami antara lain masalah mathaliq lokal dan mathaliq nasional? Rukyat pandangan mata berhadapan dengan rukyat ilmiah, ini berkaitan wawasan dan kesedian obyektif? Halaqah kali ini merekomendasikan agar dilakukan usaha untu mencari titik temu berkenaan huruf tahun, awal khamsiyah, arbaiyah. (***)