![]() |
Rendahnya budaya literasi di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang besar. Berdasarkan data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah—bahkan hanya 1 dari 1.000 orang yang benar-benar gemar membaca. Ini tentu mengkhawatirkan, terutama jika kita membayangkan masa depan generasi muda yang tumbuh tanpa kecintaan pada buku dan pengetahuan.
Padahal, kebiasaan membaca adalah fondasi penting dalam membentuk pola pikir kritis, kemampuan berbahasa, hingga empati anak. Lalu, bagaimana cara menumbuhkan minat baca sejak dini, terutama di tengah dominasi gawai dan konten visual yang mengalihkan perhatian anak dari buku?
Di sinilah teknologi bisa menjadi jembatan, bukan penghalang. Salah satu inovasi yang sangat potensial adalah e-book digital berbasis AI (Artificial Intelligence/kecerdasan buatan). E-book semacam ini tidak hanya menyajikan teks, tetapi juga ilustrasi penuh warna, efek suara, dan narasi audio yang hidup. Bahkan, beberapa aplikasi memungkinkan anak memilih tokoh favorit yang akan membacakan cerita dengan intonasi dan karakter suara berbeda.
AI juga memungkinkan personalisasi: cerita bisa disesuaikan dengan usia, kemampuan membaca, dan minat anak. Jika seorang anak senang dengan cerita binatang, maka sistem akan merekomendasikan cerita bertema serupa. Jika anak lebih menyukai audio karena belum lancar membaca, maka fitur read-aloud bisa menjadi teman yang membimbing tanpa tekanan.
Lebih jauh lagi, AI dapat menganalisis interaksi anak—berapa lama mereka membaca, halaman mana yang paling lama dibuka, hingga emosi yang terdeteksi dari suara atau ekspresi (dalam versi canggih). Ini semua membantu orang tua dan guru memahami kebutuhan literasi anak secara lebih mendalam.
E-book digital berbasis AI bukanlah pengganti buku fisik, tetapi alat bantu yang bisa mendekatkan anak pada dunia literasi lewat medium yang mereka sukai. Di era digital, mengenalkan buku dalam format yang menarik justru bisa menjadi langkah awal untuk menumbuhkan cinta pada membaca.