![]() |
Topik tulisan di atas diangkat dari sambutan H. Muhammad Yusuf Kalla dalam membuka Seminar dan Tabligh Akbar, DMI Provinsi Sumatera Barat, Ahad, 16 Februari 2025 di UNP Padang yang intinya mengingatkan penting masyarakat bangkit untuk memberikan perhatian pada pendidikan dan keagamaan sebagai core value dan added value orang Minang sejak masa lalu.
Cukup banyak data dan fakta yang disampaikan bahwa orang Minang dulu sukses karena pendidikan dan keagamaan. Lecutan tajam tentang belum maksimal fungsi Masjid dan masih lemahnya dunia Pendidikan di Sumatera Barat yang disampaikan oleh Pak JK tentu mesti menjadi perhatian semua pihak.
Mantan Wakil Presiden RI dua periode ini memulai sambutan dengan ungkap bahwa sering terjadi daerah yang miskin sumber daya alam biasanya mengandalkan sumber daya manusia untuk berkembang. Karena tidak bisa bergantung pada kekayaan alam, masyarakatnya cenderung lebih fokus pada pendidikan, keterampilan, dan inovasi untuk meningkatkan ekonomi mereka.
Contohnya adalah Jepang dan Singapura, yang memiliki sumber daya alam terbatas tetapi berhasil menjadi negara maju berkat investasi besar dalam pendidikan, teknologi, dan industri. Tak terkecuali orang Minang masa lalu.
Sebaliknya, daerah yang kaya sumber daya alam kadang justru mengalami "kutukan sumber daya" (resource curse), di mana mereka terlalu bergantung pada eksploitasi alam tanpa mengembangkan sektor lain seperti manufaktur atau jasa. Hal ini bisa menyebabkan ekonomi yang tidak stabil dan ketimpangan sosial.
Teori yang lain yang dikemukakannya adalah penyebaran Islam di Nusantara, Islam memang datang dari arah barat. Arabia, sebagai tempat lahirnya Islam, berada di barat Nusantara, dan jalur perdagangan yang membawa Islam ke Indonesia terutama melalui rute dari Arab, Persia, dan India. Begitu juga Sumatera Barat, khususnya, menjadi salah satu daerah yang menerima Islam lebih awal, terutama melalui jalur perdagangan di pesisir barat Sumatera. Para pedagang dari Gujarat (India) dan Arab berlabuh di pelabuhan-pelabuhan seperti Barus, Pariaman, dan kemudian menyebarkan Islam ke pedalaman Minangkabau.
Islam di daerah Timur, misalnya Makassar dibawa oleh ulama dari Sumatera Barat, Datuk Ribandang, Datuk Ditiro dan banyak ulama penyebar Islam di Sulawesi adalah putra terbaik Minangkabau. Fakta sejarah menunjukkan bahwa orang Minang adalah etnis terbanyak, begitu sampai era tahun 1960. Pak JK menyebut sampai era tahun 1970 di Jakarta 80 persen khatib dan penceramahnya orang Minang. Kini justru mudah menemukan orang Bugis. Beliau kemudian menyatakan bahwa Masjid, dulu surau berhasil membentuk karakter orang.
Pertanyaan ini menarik dan cukup kompleks, kalau bicara tentang "merosot kualitas," seperti yang sudah beberapa kali dilontarkan urang sumando Minang JK dengan menampilkan perbandingan dengan suku lain. Terakhir ada rilis BPS bahwa jumlah sarjana dibanding dengan masyarakat, orang Sumatera Barat 18.00 persen di bawah suku Batak.
Sejatinya banyak ulasan, penelitian dan survey tentang Minang kontemporer, namun ada beberapa aspek yang patut dikaji, seperti pendidikan, ekonomi, kepemimpinan, atau budaya.
1. Faktor Ekonomi. Dulu, banyak orang Minang yang sukses di berbagai bidang, terutama dalam perdagangan dan pendidikan. Namun, seiring perubahan zaman, struktur ekonomi berubah. Banyak usaha kecil tradisional tergeser oleh bisnis modern, dan rantau tidak lagi sekuat dulu sebagai mesin ekonomi.
2. Pendidikan dan Intelektualitas. Minangkabau pernah melahirkan banyak tokoh besar dalam sejarah Indonesia, seperti Hatta, Tan Malaka, Sutan Syahrir, hingga Buya Hamka. Namun, semangat intelektual ini tampaknya mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya mungkin adalah perubahan dalam sistem pendidikan dan kurangnya dukungan terhadap budaya membaca dan berpikir kritis.
3. Perubahan Sosial dan Budaya. Dulu, adat dan Islam menjadi landasan kuat dalam kehidupan masyarakat Minang. Tapi sekarang, ada tantangan dari modernisasi dan globalisasi. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, dan semangat merantau untuk sukses mungkin sudah tidak sekuat dulu.
4. Krisis Kepemimpinan. Di masa lalu, banyak pemimpin nasional berasal dari Minangkabau. Kini, kontribusi Minang di tingkat nasional tidak sebesar dulu. Bisa jadi ini karena kurangnya regenerasi pemimpin yang berintegritas dan visioner. Tapi tentu saja, ini tidak berarti semua orang Minang mengalami kemunduran. Masih banyak individu Minang yang sukses di berbagai bidang, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
KEMEROSOTAN KUALITAS
Kebanggaan bahwa negeri ini pernah melahirkan sumber daya insani terbaik, itu boleh saja, namun perlu diingat masa lalu adalah milik generasi masa lalu. Hari ini dan masa depan adalah milik generasi hari ini, begitu ditegaskan Pak JK. Adanya hal yang mesti dibangun kembali, di antaranya menurunnya semangat merantau dan rendahnya daya juang orang Minang sekarang.
Dahulu, semangat merantau menjadi ciri khas orang Minang, yang membuat mereka sukses dalam bisnis, pendidikan, dan politik. Namun, sekarang banyak generasi muda yang kurang tertarik merantau atau berjuang keras untuk sukses. Pendidikan yang kurang berkembang atau kalah bersaing, walau jumlah banyak, namun kualitasnya belum cukup kuat menghadapi kompetisi global.
Minangkabau pernah dikenal sebagai "gudangnya intelektual" di Indonesia. Namun, minat terhadap ilmu, pemikiran kritis, dan tradisi membaca mulai berkurang. Akibatnya, lebih sedikit tokoh besar yang muncul dibanding masa lalu.
Perubahan sosial dan budaya. Modernisasi membawa perubahan dalam adat dan budaya Minang. Dahulu, nilai-nilai seperti musyawarah, gotong royong, dan kemandirian sangat kuat. Sekarang, sebagian masyarakat cenderung lebih individualistis dan kurang terlibat dalam pengembangan komunitas. Krisis kepemimpinan dan minimnya peran ddinasional. Minang pernah melahirkan banyak pemimpin nasional, tetapi saat ini tidak banyak tokoh Minang yang menonjol dalam politik atau pemerintahan. Kurangnya regenerasi pemimpin berintegritas membuat pengaruh Minang dalam skala nasional melemah.
Ekonomi yang tidak beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dulu, orang Minang sukses dalam perdagangan dan usaha kecil. Namun, saat ini persaingan bisnis lebih ketat dengan dominasi korporasi besar, sementara banyak usaha kecil Minang tidak berkembang atau beradaptasi dengan teknologi dan pasar modern.
Ada beberapa strategi dan cara untuk membangkitkan kembali kejayaan Minangkabau. Menghidupkan Kembali Semangat Merantau. Orang Minang harus kembali mendorong generasi muda untuk merantau, bukan hanya untuk berdagang, tapi juga untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan bisnis global. Merantau harus dikaitkan dengan inovasi dan perkembangan zaman.
Meningkatkan Kualitas Pendidikan. Membangun lebih banyak sekolah dan universitas berkualitas di Sumbar.
Mengembangkan budaya membaca dan berpikir kritis. Mendorong lebih banyak anak muda untuk belajar di luar negeri atau kota besar agar punya wawasan luas.
Revitalisasi Adat dan Budaya. Memodernisasi nilai-nilai adat agar tetap relevan dengan zaman. Menggunakan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan budaya Minang. Mengajarkan kembali filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” dalam kehidupan modern.
Mencetak Pemimpin-Pemimpin Baru. Mendorong anak muda Minang untuk aktif dalam organisasi, politik, dan kepemimpinan. Membina kader-kader potensial untuk menjadi pemimpin di berbagai bidang. Menjadikan tokoh Minang terdahulu sebagai inspirasi dan panutan.
Membangun Ekonomi Kreatif dan Digital. Mengadaptasi bisnis Minang ke era digital (e-commerce, startup, dan industri kreatif). Mengembangkan pariwisata Minang sebagai sumber ekonomi baru. Membantu UMKM Minang agar bisa bersaing dengan bisnis besar.
Minangkabau punya sejarah kejayaan yang panjang, dan kemunduran ini bukan sesuatu yang tidak bisa diperbaiki. Dengan kombinasi semangat lama yang diperbarui dengan strategi modern, Minang bisa kembali menjadi kekuatan besar di Indonesia.
Sejarah memang tidak bisa dipungkiri hebatnya tokoh Minang masa lalu. Apa yang terjadi di negeri ini tidak bisa dipungkiri rendahnya kesejahteraan. Jumlah masjid dan mushalla yang rata-rata untuk 200 orang satu Masjid atau surau. Pahlawan nasional 90 persen pahlawan nasional Minang terkenal karena otak yang didukung oleh kekuatan.
Masjid sebagai pusat pendidikan dan keagamaan mesti disesuaikan dengan zamannya. Kemajuan tidak boleh ditinggalkan jika tidak mau umat Islam dilanjutkan tidak sebanding ibadah dengan kesejahteraan, maka fungsi masjid harus dikembalikan.
Pak JK memberikan ilustrasi tentang kemajuan Minang dan Bugis. Pertanyaan tentang apakah kemajuan orang Bugis lebih cepat dibanding orang Minang bisa dilihat dari berbagai perspektif ekonomi, pendidikan, politik, atau sosial-budaya. Kedua kelompok ini memiliki sejarah panjang dalam perantauan dan perdagangan, tetapi ada beberapa faktor yang bisa membedakan perkembangan mereka.
1. Ekonomi dan Perantauan. Bugis: Dikenal sebagai pelaut dan pedagang ulung, orang Bugis telah membangun jaringan ekonomi kuat, baik di Indonesia maupun di luar negeri (Malaysia, Singapura, bahkan Australia). Mereka cenderung menguasai sektor perdagangan dan maritim. Minang: Juga memiliki tradisi merantau, tetapi lebih banyak terfokus pada pendidikan, birokrasi, dan perdagangan tertentu seperti emas, tekstil, dan kuliner.
2. Pendidikan dan Politik. Minang lebih banyak mencetak intelektual, ulama, dan politisi. Tokoh seperti Bung Hatta, Agus Salim, dan Tan Malaka menunjukkan bagaimana pendidikan menjadi fokus utama orang Minang. Bugis lebih banyak memiliki pengaruh dalam militer dan kerajaan tradisional, seperti Kesultanan Gowa dan Bone. Banyak jenderal dan pemimpin militer berasal dari Bugis.
Namun kini Bugis telah lebih cepat dan mendahului etnis Minang dalam pendidikan dan politik. Pak JK mengingatkan orang Minang segera mengerakkan Masjid dengan membicarakan semua aspek kemajuan, tekhnologi dan muamalah untuk mengejar ketertinggalan umat. Mari sesuaikan kehidupan yang seimbang. Bagi orang kaya juga berbahaya ketika kehidupan masyarakat tidak seimbang. Fungsi Masjid mesti disegerakan, belajarlah pada sejarah jejak kehidupan Nabi selama 23 tahun menjadi pedagang. Mengapa orang Minang dulu hebat, karena pasar dan masjid selalu berdampingan. Ada istilah surau dagang.
3. Budaya dan Adaptasi. Minang adalah memilik sistem matrilineal dan adat yang kuat terkadang membuat perubahan sosial lebih lambat karena harus mempertimbangkan banyak aspek budaya. Sedangkan Bugis dengan sistem sosial yang lebih fleksibel dan nilai kepemimpinan kuat, mereka lebih cepat beradaptasi dalam berbagai bidang. Harus diakui adaptasi orang bugis jauh lebih tinggi, walau orang Minang juga kuat adaptifnya, namun sering kalah saing.
Jika berbicara soal "kecepatan kemajuan," orang Bugis mungkin lebih cepat dalam aspek ekonomi dan jaringan perdagangan global, sedangkan orang Minang lebih unggul dalam pendidikan dan peran intelektual. Namun, kedua etnis ini memiliki keunggulan masing-masing yang tidak bisa dibandingkan secara mutlak.
MEMULIAKAN MASA LALU, DAN MEREBUT MASA DEPAN
Masjid Makmur dan Masjid Memakmur yang menjadi perhatian dari Pak JK karena memang kesejahteraan, hasanah fiddunya dan hasanah al khirat adalah doa setiap kelompok umat Islam. Pesan penting yang ditegaskan bahwa Memuliakan Masa Lalu, Mari Muliakan Masa Depan" dimaknai dan diartikan sebagai ajakan untuk menghargai sejarah dan warisan masa lalu, sambil berupaya menciptakan masa depan yang lebih baik.
Memuliakan masa lalu berarti menghormati perjuangan, nilai-nilai, dan warisan budaya atau agama yang telah dibangun oleh generasi sebelumnya. Ini bisa diwujudkan dengan menjaga tradisi, belajar dari sejarah, dan menerapkan nilai-nilai positif yang telah diwariskan. Memuliakan Masa Depan berarti bertanggung jawab untuk membangun kehidupan yang lebih baik dengan inovasi, pendidikan, dan tindakan yang positif. Ini mengajak untuk tidak hanya terjebak dalam nostalgia, tetapi juga proaktif dalam menciptakan perubahan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Pengurus Masjid diminta untuk menjaga khidmat dan kesyahduan dengan menertibkan speaker yang memperhatikan kondisi lingkungan umat. Perlu diingatkan menjadikan masjid pusat keagamaan, kesejahteraan, kesyahduan dan kemajuan umat.
Fakta sejarah surau dalam membentuk karakter pemimpin Minang dimasa lalu. Sebagai lembaga pendidikan tradisional, surau bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran agama, adat, dan keterampilan hidup. Surau sebagai Pusat Pendidikan Awal. Sejak kecil, anak laki-laki Minangkabau belajar di surau setelah mereka meninggalkan rumah ibu (karena sistem matrilineal). Mereka diajarkan Al-Qur’an, fikih, tauhid, serta adat dan falsafah Minang seperti "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Membentuk Jiwa Kepemimpinan. Surau melatih anak-anak untuk mandiri dan disiplin karena mereka harus hidup jauh dari orang tua dan belajar bertanggung jawab. Di dalam surau, mereka belajar berdiskusi dan bermusyawarah, membentuk kecakapan berbicara yang kelak menjadi modal penting dalam kepemimpinan. Para ulama dan guru di surau menanamkan nilai-nilai keberanian, kejujuran, serta sikap egaliter, yang penting bagi seorang pemimpin.
Surau dan Tradisi Merantau. Dari surau, pemuda Minang terdorong untuk merantau, mencari ilmu, dan mengasah kemampuan mereka di luar daerah. Banyak pemimpin nasional asal Minang seperti Bung Hatta, Agus Salim, dan Tan Malaka memiliki latar belakang pendidikan surau sebelum melanjutkan pendidikan lebih tinggi.
Perubahan dan Kemunduran fungsi Surau. Seiring modernisasi, peran surau mulai berkurang karena munculnya sekolah formal dan pesantren. Namun, di beberapa daerah, surau masih tetap menjadi tempat belajar agama dan pembinaan karakter bagi generasi muda Minang. Surau bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga lembaga pendidikan yang melahirkan banyak pemimpin Minangkabau. Nilai-nilai agama, adat, kemandirian, dan kecakapan sosial yang diajarkan di surau membentuk karakter pemuda Minang menjadi pemimpin yang tangguh dan intelektual.
Penutup kalam ingin ditegaskan bahwa Seminar dan Tabligh Akbar yang dibuka oleh H. Muhammad Jusuf Kalla di UNP Padang menyoroti tantangan yang dihadapi masyarakat Minangkabau saat ini, terutama dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Dalam sambutannya, Pak JK mengingatkan bahwa kejayaan Minangkabau di masa lalu sangat erat kaitannya dengan dua pilar utama: pendidikan yang kuat dan peran agama yang dominan dalam membentuk karakter dan kepemimpinan.
Namun, berbagai data dan fakta menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Minangkabau mengalami penurunan. Faktor-faktor seperti menurunnya semangat merantau, berkurangnya daya juang, perubahan sosial dan budaya, serta kurangnya adaptasi terhadap perkembangan ekonomi dan teknologi menjadi tantangan serius. Peran masjid dan surau yang dulu menjadi pusat pendidikan dan karakter, kini juga mengalami perubahan fungsi dan efektivitas.
Pak JK menekankan pentingnya kembali memakmurkan masjid, bukan hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat kemajuan dan kesejahteraan umat. Perbandingan dengan suku lain, seperti Bugis, yang lebih cepat beradaptasi dalam perdagangan dan politik, menjadi refleksi bagi masyarakat Minang untuk mengejar ketertinggalan.
Untuk membangkitkan kembali kejayaan Minangkabau, diperlukan strategi konkret, antara lain:
1. Revitalisasi pendidikan dengan meningkatkan kualitas sekolah dan perguruan tinggi serta membudayakan literasi dan pemikiran kritis.
2. Mendorong kembali semangat merantau dengan orientasi baru ke bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi digital.
3. Memodernisasi peran masjid dan surau sebagai pusat pendidikan agama, ekonomi, dan sosial yang relevan dengan zaman.
4. Mengembangkan ekonomi kreatif dan digital agar usaha Minang tidak tertinggal dari perubahan global.
5. Mencetak kembali pemimpin berkualitas dengan membina generasi muda untuk aktif dalam politik, bisnis, dan sosial.
Konklusi bahwa kejayaan Minangkabau di masa lalu tidak boleh hanya menjadi kebanggaan sejarah, tetapi harus menjadi inspirasi untuk membangun masa depan. Sebagaimana pesan Pak JK, "Memuliakan masa lalu, mari muliakan masa depan." Perubahan hanya akan terjadi jika masyarakat Minang kembali meneguhkan peran pendidikan dan agama sebagai fondasi utama dalam menghadapi tantangan zaman.DS. 16022025.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang