Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pilkada "Heboh" Tapi tak Ribut Oleh: Duski Samad

Pilkada heboh tapi tak ribut maksudnya adalah bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 ini harus dilaksanakan dengan kehebohan, dan heboh dalam pengertian riang, gembira, saling bergerak dan Paslon mengunjungi rumah-rumah penduduk, pinggiran jalan penuh dengan baliho, umbul, kampanye di lapangan itu semua kehebohan yang niscaya dalam perhelatan pemilihan pemimpin lokal. 

Wajar, masuk akal dan disebut sebagai fakta bahwa sejatinya masyarakat sudah cerdas memilih. Adanya kesadaran publik memilih itu melibatkan hubungan emosional, networking, dan silaturahmi sesama saudara, suku, kaum, sama hobby, alumni sekolah, sepaham dan kesamaan identitas lainnya. Hebatnya heboh yang berlangsung dalam masyarakat tidak membawa keributan. Sedikit sekali kasus yang oleh alasan pemilihan ada ribut sekampung, atau ribut dalam rumah tangga. Heboh tidak ribut itu adalah tagline yang mencerminkan kedewasaan masyarakat, berbeda dalam pilihan sah, boleh dan biasa saja, namun relasi sosial tetap kuat dan tidak pecah. 

Dalam percakapan di media sering kali disebut pemilih cerdas. Pemilih cerdas dalam demokrasi memiliki ciri-ciri di antaranya paham isu dan kebijakan. Mereka memahami isu-isu yang sedang berkembang, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Pemilih cerdas memilih berdasarkan kebijakan dan visi kandidat, bukan sekadar janji atau penampilan.

Pemilih cerdas tidak mudah terpengaruh hoaks.

Mereka selalu mengecek fakta dan tidak mudah percaya pada berita yang belum terverifikasi, apalagi yang bersifat provokatif atau fitnah. Mereka mandiri dalam memilih. Pemilih cerdas tidak terpengaruh tekanan dari keluarga, teman, atau kelompok tertentu. Pilihan mereka berdasarkan penilaian pribadi yang objektif.

Pemilih cerdas mengenal profil kandidat. Mereka mencari informasi tentang latar belakang, rekam jejak, dan integritas kandidat sebelum memutuskan. Kandidat yang terlibat korupsi atau skandal biasanya dihindari.Mengutamakan kepentingan umum. Pemilih cerdas memilih kandidat yang berkomitmen untuk bekerja demi kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kelompok atau golongan tertentu.

Berpartisipasi aktif, tidak hanya memilih saat pemilu, mereka juga berperan aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan menyuarakan pendapat jika ada kebijakan yang tidak sesuai. Toleran dan menghormati perbedaan. Pemilih cerdas menghormati pilihan orang lain dan tidak memaksakan pandangan politik mereka. Mereka juga mendukung pemilu yang damai dan bebas konflik.

Harus diakui bahwa potensi rebut pengaruh kultural dan paham keagamaan lazimnya menjadi sumber keributan. Namun di Sumatera Barat kehebohan dalam makna narasi, diskusi dan perdebatan adalah wajar dan terus dikembangkan, namun hebatnya perlu terus dijaga jangan sampai ada keributan.

 Masyarakat sudah paham bahwa potensi konflik dengan alasan beda pilihan harus dicegah, independensi batin, dan lahir tidak akan membawa keributan, sering dikatakan hati boleh panas namun prilaku dan tindakan harus tetap sejuk sesuai iklim. 

Adanya dukungan ulama ternama, khususnya Ustad Abdul Somad terhadap beberapa calon kepala daerah, memang sejak lama sudah bersahabat, jauh sebelum pada periode awal dulu ia sudah bersahabat juga, jadi alasan dukungan lebih pada persahabatan, itu dimaklumi Paslon lain. 

Heboh tapi tidak ribut ada juga hubungannya dengan gaya pemimpin niniak mamak yang memilih berada di posisi yang menang. Artinya dukungan niniak mamak sebagai tokoh informal, hebatnya memberikan dukungan untuk semua, tanpa menunjukkan sikap belah bambu. 

Keberanian ninik mamak menunjukkan keberadaannya kepada Pemerintah daerah dan masyarakat nampak dalam kebijakan Pemerintah ketika ninik mamak menolak, ya ditunda. Begitu peristiwa adat yang dilakukan masyarakat seperti khatam al quran yang sudah menjadi alek nagari tak bisa berlangsung jika tidak disetujui ninik mamak.  

DUKUNGAN ULAMA PADA PASLON 

Adanya dukungan tokoh agama nasional dan lokal terhadap salah satu Paslon apakah menimbulkan masalah bagi terwujudnya pemilu damai? 

Nyata masyarakat sudah tercerdasan dari pengalaman politik terbuka yang berlangsung dua dasawarsa terakhir. Ulama dan tokoh informal lainnya sebagai pengumpul suara (votegetter) riilnya sejajar dengan pemilih terus semangkin cerdas, dampaknya tidak cukup signifikan bagi kemenangan calon.

Walau dalam beberapa analisis dukungan ulama dalam politik begitu signifikan adanya. Dukungan ulama terhadap pasangan calon (Paslon) dalam Pilkada dapat memberikan dampak yang signifikan, terutama di daerah dengan tingkat religiusitas yang tinggi. 

Dampak positifnya adalah dapat meningkatkan kredibilitas paslon. Dukungan ulama sering dianggap sebagai “restu moral” yang dapat meningkatkan citra paslon, terutama jika ulama tersebut memiliki reputasi baik di masyarakat.

Ulama dipercaya dapat menggerakkan massa dengan asumsi bila ulama yang memiliki banyak pengikut atau jamaah bisa membantu paslon menjangkau segmen pemilih yang loyal dan patuh terhadap arahan ulama. Legitimasi religius, dukungan ulama dapat membuat paslon terlihat lebih dekat dengan nilai-nilai agama, yang penting bagi pemilih yang menjadikan agama sebagai pertimbangan utama.

Efek mobilisasi di komunitas religius, ulama sering menjadi figur sentral dalam komunitas. Dukungan mereka bisa memobilisasi masyarakat untuk mendukung paslon secara masif, termasuk dalam bentuk kampanye atau kegiatan keagamaan.

Seiring dengan dampak positif dukungan ulama terhadap paslon membawa dampak negatif. Dampak negatif paling nyata adalah polarisasi dan sentimen SARA. Dukungan ulama bisa memicu polarisasi jika disertai narasi agama yang eksklusif atau menyerang pihak lain. Hal ini dapat meningkatkan ketegangan sosial di masyarakat.

Ketergantungan Paslon pada figur ulama. Paslon yang terlalu bergantung pada dukungan ulama mungkin kehilangan fokus pada program kerja nyata dan hanya mengandalkan popularitas religius. Potensi penyalahgunaan agama, kadang, dukungan ulama disertai eksploitasi simbol-simbol agama untuk kepentingan politik, yang dapat mencederai kesucian agama itu sendiri.

Tidak selalu efektif, jika ulama yang mendukung tidak memiliki kredibilitas atau dianggap berpihak demi keuntungan politik, pengaruhnya bisa justru negatif, menyebabkan pemilih ragu terhadap paslon. Dukungan ulama adalah pedang bermata dua. 

Di satu sisi, bisa menjadi kekuatan besar, tapi di sisi lain juga berpotensi memunculkan masalah jika tidak dikelola dengan bijak. Yang penting, pemilih tetap perlu menilai paslon berdasarkan kualitas, program, dan integritas mereka, bukan semata-mata karena dukungan figur agama.

Hal lain dari pemilihan heboh tapi tidak ribut dapat dicermati dari isues agama yang tidak lagi cukup efektif, karena semua paslon memilik pola yang sama. Sedangkan ada tokoh agama dan tokoh adat yang mengakomodir pola paslon, kecuali hanya sedikit yan berbeda, adalah aksentuasi dan pengalaman paslon. 

Potensi konflik sesama ulama yang terjadi beberapa kasus hanya sebatas kehebohan di media sosial, karena memang masyarakat dan umat sudah cerdas, dan peluang tokoh untuk menghegemoni sudah terbatas sekali. Ingat sejarah ketika Preseden Probowo tahun 2019 lalu didukung ulama, sehingga menimbulkan polarisasi dan politik identitas, namun beliau gagal. 

Adanya trend politisi yang mendekat langsung pada pemilih dan masyarakat contohnya mobilisasi majlis taklim minus money politik, kecuali sebatas memfasilitasi kunjungan ke daerah wisata dan melakukan hiburan konser adalah bentuk kehebohan yang tak membawa dampak keributan. Adanya kecendrungan efiusme bahasa seolah-olah pembenaran money politik atau kamulfase seperti sadaqah politik, infaq tokoh, badoncek yang diiringi kampanye adalah wujud kehebohan sebatas wacana yang habis ditelan waktu. 

Dalam masyarakat yang ramai kegiatan sosialnya seperti Maulid Nabi ala Pariaman, tokoh mengeluarkan dana sumbangan. 

Ivent pertemuan suku, silaturahmi paguyuban, makan basamo dalam kegiatan sosial pada dasarnya adalah baik, namun ketika melibatkan calon yang harus mengeluarkan pembiayaan, negatifnya akan mengerus relasi sosial dan paguyuban dengan paslon. 

Realitas Pilkada di Sumatera Barat yang heboh dalam artian semarak, perdebatan, pro dan kontra begitu dinamis dan menimbulkan gairah politik anak nagari. Kerukunan, dan harmoni cukup beralasan dikatakan terus membaik dan bahkan ada tokoh yang menyatakan justru paslon yang sering uring-uringan, sedangkan masyarakat telah cerdas dan menempatkan Pilkada sebagai arena permainan jelang selesai pemberian suara. Potensi konflik fisik dan ribut diyakini sedikit sekali kemungkin terjadinya. Semoga semua anak bangsa terus mendewasakan diri dalam menghadapi iklim kompetitis, untuk berfastabiqulkhairat. amin. 20112024.

*Ketua Forum Kerukunan Umat beragama (FKUB) Sumatera Barat

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies