Prof. Duski Samad |
Sumber Mulia Harahap, Ketua STAIN Madina, Sumatera Utara dalam sambutannya menegaskan, bahwa hakikat dari moderasi beragama adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan.
Keseimbangan itu akan membuat diri utuh dan lengkap, tak terkecuali seimbang dalam memahami dan menerapkan ajaran agama.
Ilustrasi memetik buah mangga, pilihlah mangga yang baik dan diyakini manis. Artinya pilihan akan menentukan nasib orang.
Mahasiswa tidak perlu khawatir kuliah dimana saja, yang penting pilih berfikir dan berbuat yang terbaik, begitu penegasan sang guru besar dan juga Ketua STAIN Madina di atas.
Keseimbangan hidup itu dapat diamati dari sikap hidup tawasuth, moderat, yang prinsipnya memiliki keyakinan yang teguh pada pendirian, paham dan nilai-nilai dasar agama namun dapat berbagi dalam perbedaan pemahaman dan penafsiran.
Hidup seimbang atau tawazzun, serasi dan selaras sejatinya adalah dapat menerima dan menghargai pilihan orang lain, keberbedaan, (pluralitas), yang memang itu kenyataan hidup anugerah ilahi.
Keseimbangan akan menghadirkan sikap toleransi (tasamuh) yakni dapat menghargai, menerima dan berkerjasama dengan orang yang beda.
Toleransi minimal adalah menghargai perbedaan tanpa mendatangkan kegaduhan dengan alasan perbedaan. Sedangkan toleransi positif atau maksimal adalah menerima dan dapat bekerjasama dengan kelompok yang berbeda, termasuk beda iman.
Kesadaran menjaga keseimbangan dalam keragaman bagi Indonesia lebih baik, Kementerian Agama RI adalah menjadi landasan mempromosikan moderasi beragama.
Landasan hukum moderasi beragama dikukuhkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 tahun 2023 tentang moderasi beragama. Tindak lanjut dan pedoman operasionaln diatur melalui Peraturan Menteri Agama RI (PMA) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Tata Cara Koordinasi, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan.
Perpres dan PMA di atas mengamanatkan pentingnya penguatan Moderasi Beragama yang inti pokoknya terdiri dari penguatan berkaitan 1) indikator Moderasi Beragama; 2) esensi Moderasi Beragama;
3) ekosistem dan kelompok strategis.4) arah kebijakan dan strategi penguatan Moderasi Beragama; dan 5) program penguatan Moderasi Beragama.
Nilai-nilai dasar yang hendak diberi penguatan dalam moderasi beragama, antara lain; (1) Kemanusiaan, (2) Kemaslahatan Umum, (3) Adil, (4) Berimbang, (5) Taat Konstitusi, (6) Komitmen Kebangsaan, (7) Toleransi,(8) Anti Kekerasan, dan (9) Penghormatan kepada Tradisi (kearifan lokal).
Dari sembilan nilai moderasi di atas, empat menjadi indikator sikap dan perilaku moderasi beragama, (1). Komitmen kebangsaan, (2). Anti kekerasan, (3). Toleransi, dan (4). Penerimaan terhadap tradisi atau kearifan lokal.
Dalam sesi dialog nampak adanya perhatian dan pengertian tentang moderasi beragama dari tiga penanya.
1. Bagaimana dalam kenyataan keragaman ini tidak saling menegasikan?
Jawabannya adalah perlu penguatan ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup berinteraksi dengan masyarakat yang beragam.
Setiap orang, komunitas dan pemeluk agama akan mudah menerima orang berbeda, bila makna tasawasuth, tawazzun dan tasamuh sudah mendarah daging.
2. Bagaimana menghargai perbedaan dalam praktik, dimana provokasi sangat kuat?.
Jawaban, keniscayaan digital yang menayangkan paradox memerlukan kecerdasan (ilmu), kecendikiawan (pengalaman kosmopolit) dan kebijaksanaan (wisdom).
3. Bagaimana real atau implementasi moderasi beragama di kalangan mahasiswa?
Jawab. Mahasiswa adalah agen perubahan dan leader masa depan mesti lebih duluan atau menjadi inovator.
Kecerdasan abad 21, kompetensi, kreativitas, komunikasi, kolaborasi dan karakter adalah peranti lunak yang harus utuh terinstal dalam diri mahasiswa.
(Disarikan dari Seminar Penguatan Moderasi Beragama Mahasiswa STAIN Madina, Tapsel, Sumatera Utara, Kamis, 26 Juni 2024)
*Guru Besar UIN Imam Bonjol, Tokoh Moderasi Beragama Sumatera Bara