Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Surau Ada dan Nyata, Bahasan Buku "Dari Surau Untuk Indonesia" Oleh : Prof Duski Samad Tuanku Mudo

Peluncuran buku Dari Surau Untuk Indonesia, di UIN Mahmud Yunus Batusangkar. (ist)

Norma teologis dari peran penting aktivis surau dapat dimaknai dari surat Tawbah/9:122). Aktivis surau adalah mereka yang terus menyiapkan diri untuk bertafaqquh fiddin (belajar mengajar tiada henti) dan sekaligus bergerak kuat menjadi pelopor bagi peningkatan kualitas umat. 

Surau ada dan nyata yang dimaksud dalam tulisan ini adalah untuk menegaskan keberadaan surau dalam kehidupan umat Islam di era digital ini. Buku ini setidaknya menjawab atau memberikan alternatif bacaan pembanding tentang masih adanya surau yang sudah terlanjur di pandangan tidak ada lagi, tidak nyata, dan tidak produktif, setidaknya dalam memory masyarakat tertentu. 

Contoh nyatanya dapat diamati dari kisah surau pada Cerpen “Robohnya Surau Kami” buku kumpulan cerpen berjudul sama karya Ali Akbar Navis (1924-2003). Terbit pertama kali di majalah Kisah pada 1955, cerpen ini bisa dibilang karya paling fenomenal penerima SEA Write Award 1992 tersebut.

Cerpen yang bercerita tentang penjaga surau, kakek sang penjaga surau yang tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Idul fitri kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum.

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari. (begitu bunyi ulasan tentang cerpen Robohnya Surau Kami).

Sungguh kisah surau, dan kakek tua pengasah pisau sekaligus berfungsi sebagai garin membawa dampak tak sedikit, walau maksud tulisan itu sebagai kritik sosial, namun ia membawa residu yang seolah-olahnya surau benar-benar sudah roboh di negeri tanah kelahiran ulama, cerdik cendikia, akademisi, diplomat, pengusaha dan tokoh pergerakan yang umum melalui penempaan surau. 

Cerpen itu harus diakui telah menimbulkan stereotipe yang kurang baik bagi surau dan “orang surau”, setidaknya kesan menggeneralisasi surau sudah roboh, citra orang surau tua, tak berkualitas, yang sudah diambang kehancuran. 

Kini di era demokratisasi berbasis massa nyata, atas nama elektoral, ada pihak yang menjadikan surau dan orang surau sebagai basis pergerakkannya merebut simpati rakyat. Bersamaan itu ada pula tokoh publik yang menjadikan surau dan “orang surau” sebagai sasaran tembak untuk tujuan yang mereka ingini tentunya, yang jelas surau dan “orang surau” diperbincangkan dan sekaligus diperhitungkan dalam politik elektoral. 

Buku yang berjudul “Dari Surau Untuk Indonesia” sebuah buku yang memberikan gambaran surau dan orang surau baik dalam makna masih ada dan nyatanya surau maupun dalam artian kontribusi surau bagi Indonesia. Kisah hidup, cerita pengalaman aktivis surau terkhusus alumni UIN Mahmud Yunus Batusangkar dengan berbagai suka dukanya adalah kisah yang dituangkan akan dapat menginspirasi generasi yang akan datang dan kisah yang selalu dikenang para pelakunya, begitu dalam sambutan Rektor UIN Mahmud Yunus Batusangkar pada buku ini. 

Sambutan H. Mahyeldi, Gubernur Sumatera Barat bahwa surau merupakan tempat yang ternyaman tinggal semasa kuliah. Pengalaman tinggal di surau merupakan sebuah pengalaman yang sangat berkesan. Ketika saya kuliah di Universitas Andalas (UNAND) saya aktif di mesjid dan surau, baik itu sebagai murid untuk belajar maupun sebagai guru mengaji untuk mengabdi. Selain itu di kampus saya aktif juga dalam pembinaan bagi mahasiswa baru adalah pernyataan tulus yang diyakini akan memberikan makna tersendiri tentang sosok Gubernur Sumatera Barat yang ada dan nyata “orang surau”. 

Karya inspiratif Dr. Sirajul Munir,M.Pd. Wakil Rektor III UIN Mahmud Yunus Batusangkar sebagai buku antologi yang ditulis 54 (lima puluh empat) orang adalah mutiara berharga untuk pembelajaran dari kisah hidup, pengalaman suka duka, dan jihad anak bangsa berjuang menuju kehidupan yang lebih baik, disamping tentu juga besar maknanya bagi pengembangan umat di masa datang. 

Peran besar dan nilai positif surau, dalam makna lebih luas mushalla dan masjid, bagi dunia pendidikan di Indonesia nyata sekali dalam narasi indah yang kembangkan dalam buku ini. Judul buku Dari Surau Untuk Indonesia terasa kuat dari kata dan kalimat yang dituangkan oleh aktivis Surau, bahwa surau adalah tempat yang besar kontribusinya bagi kehidupan pribadi, masyarakat lingkungan dan tentu umat Islam yang mereka asuh dan bina di surau, mushalla dan masjid. 

SURAU PENGEMBANGAN POTENSI DIRI

Mencermati pengalaman para penulis tentang pernak pernik hidup di surau, menjadi garin masjid, menjadi pemimpin umat di lini lapangan, dan tidak jarang bermula sukses mereka dari surau, masjid dan mushalla, sejatinya adalah kepiawaian mereka dalam memanfaatkan momentum mengembangkan potensi diri, life skill ketika mereka harus menjalani realita hidup untuk pencapaian yang diidamkan.

Patut diberikan apresiasi orang sukses yang memulai perjuangannya dari melatih diri di surau, mereka sosok adalah yang telah dengan baik menjadikan surau sebagai wasilah dalam penyesuaian diri dengan berbagai karakter jamaah (pengembangan potensi, penyesuaian). Mereka yang berpengalaman tinggal di surau, menjadi garin, menjadi pemimpin jamaah adalah pribadi yang sudah terlatih menjadi pemimpin solutif, terbiasa menyelesaikan kasus-kasus terkait ego jamaah dan relasi antar umat. 

Surau telah menjadi labor bagi penerapan teori penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah konsep dalam psikologi yang menggambarkan upaya individu untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial, emosional, dan fisik mereka. Teori ini menyatakan bahwa individu cenderung mencari keseimbangan antara tuntutan lingkungan dan sumber daya internal mereka untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan mereka. 

Proses penyesuaian diri ini melibatkan berbagai strategi seperti mengubah perilaku, mengubah persepsi, atau mengembangkan keterampilan baru agar dapat berfungsi secara efektif dalam lingkungan yang berubah. Teori penyesuaian diri juga menekankan pentingnya dukungan sosial, resiliensi, dan kemampuan untuk mengatasi stres dalam mencapai penyesuaian yang optimal.

Alumni pemimpin surau atau orang surau adalah mereka yang memiliki residensi diri tinggi, mereka sudah paham dan terbiasa dengan kritik jamaah, pandangan tidak baik dari mereka yang merasa berkuasa atau berpunya, dan orang surau juga mahir dalam mengelola masyarakat untuk tujuan bersama. Pesan dari pengalaman alumni surau adalah sejatinya surau laboratorium pembinaan karakter, ketahanan diri, kepribadian dan nilai-nilai kearifan lokal yang bernilai tinggi. 

SURAU DAN KOMUNIKASI TRANSAKSIONAL

Surau, Masjid dan mushalla adalah tempat berlangsungnya komunikasi transaksional. Teori komunikasi transaksional Eric Berne adalah sebuah teori yang menggambarkan interaksi antara individu dalam suatu komunikasi sebagai sebuah transaksi.

Teori ini menekankan pentingnya pemahaman terhadap peran dan pola komunikasi yang terjadi antara individu dalam suatu interaksi. Menurut teori ini, setiap individu memiliki tiga aspek kepribadian yang disebut sebagai Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak. Komunikasi transaksional terjadi ketika individu saling berinteraksi melalui aspek-aspek kepribadian tersebut. Teori ini sering digunakan dalam bidang psikologi dan konseling untuk memahami dinamika komunikasi antara individu.

Nyatanya komunikasi di surau melibatkan semua entitas, orang tua, orang dewasa, remaja dan anak.

Surau menyediakan tempat dan ruang bagi semua entitas dengan segala jenis komunikasi mereka, disamping misi utamanya untuk ibadah, pendidikan Islam dan pengembangan umat. Surau adalah tempat terbaik untuk berlangsungnya transformasi untuk tujuan yang diinginkan, tak terkecuali pergerakan politik praktis meraut simpati dan suara rakyat dalam kontestasi politik elektoral. 

Konsep komunikasi transaksional, sebagai proses saling berbagi pesan, proses saling mempengaruhi, proses saling menciptakan realitas dan proses saling beradaptasi sekali lagi ada dan nyata di surau. Melalui pengajian rutin, ibadah shalat berjamaah lima kali sehari semalam, peringatan hari besar Islam dan aktivitas keagamaan lainnya telah menjadi wadah berlangsungnya transaksi komunikasi, dimana garin, orang surau, menjadi aktor yang memainkan peran besar. 

NILAI PENDIDIKAN SURAU DI ERA MODEREN

Surau sebagai lembaga pendidikan Islam pertama yang hadir di Minangkabau. Selain pendidikan Islam, surau juga mengajarkan pengetahuan adat dan bela diri berupa silat. Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman dan teknologi, eksistensi surau sebagai lembaga pendidikan mulai terkikis dengan munculnya pendidikan Islam modern.

Bahkan madrasah dengan basis surau juga ikut berubah dari sistem halaqah kepada sistem klasikal. Namun patut disyukuri dan terus dijaga bahwa nilai-nilai pendidikan surau masih terimplementasi kan dalam pendidikan Islam modern yakni madrasah dan pesantren yang terus mendapat tempat di hati masyarakat. 

Surau sebagai pusat belajar masyarakat, sejak awal sudah memulai teori belajar abad 21 yang menjadi perhatian menghadapi era globalisasi. Untuk bisa berperan secara bermakna pada era globalisasi di abad ke-21 ini maka setiap warga negara dituntut untuk memiliki kemampuan yang dapat menjawab tuntutan perkembangan zaman. 

Pembelajaran abad 21 merupakan suatu peralihan pembelajaran dimana kurikulum yang dikembangkan menuntun sekolah untuk mengubah pendekatan pembelajaran dari teacher centred menjadi student centered. Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan dimana peserta didik harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar.

Kecakapan-kecakapan tersebut antara lain kecakapan memecahkan masalah, berpikir kritis, kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi.

Konsep pembelajaran abad 21 yang menggunakan 4C yakni : 1) Critical Thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis & Pemecahan Masalah), 2) Creativity and Innovation (Daya Cipta dan Inovasi), 3) Collaboration (Kerjasama) dan 4) Communication (Komunikasi) telah dilakukan di surau sejak lama. Bahkan konsep life-long learner, pembelajar seumur hidup nyata sekali di surau, lihat saja jamaah surau dari balita sampai manula. 

Dalam konteks perubahan masyarakat Minangkabau, surau pada dasarnya telah membentuk nilai-nilai yang relevan dengan sistem kebudayaan masyarakat Minangkabau dari waktu ke waktu dan telah membentuk karakter pendidikan keislaman yang tepat bagi generasi muda Minangkabau yang mengakar dari pengalaman keagamaan dan sistem kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun, dan oleh karena itu sangat penting untuk direvitalisasi bagi pengembangan pendidikan keislaman modern di Minangkabau.

Penerapan ABS-SBK yang bermuatan kearifan lokal, (kini sudah mendapat kedudukan kuat melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 2022) sebagaimana disemai di surau-surau pada masa lalu di wilayah Minangkabau, belum mampu diserap dalam kurikulum Pendidikan karakter di Madrasah dan Pesantren, seperti BAM, Tahfiz, Pendidikan Moral. Demikian pula dalam keseluruhan bidang pelajaran yang diajarkan di kedua lembaga ini. 

Kekayaan khazanah yang pernah dikembangkan di Surau hampir dipastikan tidak banyak diserap, atau malah tidak ada. Padahal, banyak dari khazanah pendidikan di surau yang perlu untuk diinternalisasi kembali. Bentuk-bentuk dari nilai-nilai luhur keagamaan dan kekayaan intelektual, moral dan estetika, adat istiadat yang dikembangkan di surau-surau tidak sepenuhnya kuno dan usang. Malah sangat relevan dengan pendidikan Madrasah dan Pesantren. 

Penutup kalam disampaikan bahwa buku Dari Surau Untuk Indonesia setidaknya telah menggugah kesadaran kolektif anak bangsa, surau sebagai institusi walau tidak lagi selengkap era awalnya, namun ia masih ada dan nyata. Memberikan apresiasi terhadap jamaah dan pegiat surau adalah wujud dari kemauan untuk memastikan Islam, dan adat Minangkabau (ABS-SBK) dapat menjadi bingkai akhlak, etik dan moral bagi generasi mendatang.

Lebih dari itu peran, sumbangan dan nilai manfaat yang dibawa surau yang melampaui peran ritualnya, tetapi juga menjadi penyangga pendidikan Islam yang menyediakan ruang kehidupan bagi mahasiswa adalah amal saleh, kesalehan sosial umat untuk Indonesia maju dan lebih beradab. Semoga surau, masjid, mushalla, orang surau, garin, pengurus dan semua pihak yang berhubungkait dengannya terus menata diri dan berkonstribusi tiada henti untuk negeri dan generasi Islami. Amin. 817Balairung hotel @05052024.

*Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW-DMI) Provinsi Sumatera Barat dan Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang



Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies